News
Senin, 20 Maret 2023 - 19:57 WIB

Mengenang Lagi Sosok Sapardi Djoko Damono, Sang Pujangga dari Solo

Rudi Hartono  /  Dewi Andriani  /  Rudi Hartono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sapardi Djoko Damono. (Bisnis.com)

Solopos.com, SOLO–Sosok mendiang penyair Sapardi Djoko Damono muncul sebagai ilustrasi Google Doodle hari ini, Senin (20/3/2023).

Itu mengingatkan pada lahirnya sang pujangga pencipta puisi Hujan Bulan Juni yang abadi itu 83 tahun silam. Memang Google Doodle itu dibuat untuk memperingati hari ulang tahun penyair yang meninggal dunia pada 19 Juli 2020 lalu itu.

Advertisement

Meski telah meninggal dunia, tetapi sosoknya selalu melekat di ingatan para penikmat sastra. Nama Sapardi Djoko Damono abadi melalui karya-karyanya yang selalu mendapatkan tempat di hati para pencinta puisi.

Berpulangnya sosok Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Tak hanya di kalangan sastrawan atau seniman, nama dan karya Sapardi juga sangat dikenal di kalangan generasi muda Indonesia.

Advertisement

Berpulangnya sosok Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Tak hanya di kalangan sastrawan atau seniman, nama dan karya Sapardi juga sangat dikenal di kalangan generasi muda Indonesia.

Dia dikenal melalui karyanya. Salah satu karyanya yang paling best seller dan sudah berulang kali dicetak adalah puisi dan novel berjudul Hujan Bulan Juni.

Karyanya begitu lekat di pikiran masyarakat karena sederha tetapi penuh makna. Kepopuleran karyanya tak hanya dikenal kalangan sastrawan dan penikmat sastra, tetapi juga melekat di kalangan umum.

Advertisement

Dikutip dari Bisnis.com, Senin (20/3/2023), masa mudanya dihabiskan di Solo. Dia lulusan SMPN 2 Solo pada 1955 dan SMAN 2 Solo pada 1958.

Pada masa sekolah itu, Sapardi Djoko Damono sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah.

Kesukaannya menulis ini berkembang saat dia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Advertisement

Pada 1973, sosok Sapardi Djoko Damono pindah dari Semarang ke Jakarta untuk menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan Majalah Sastra Horison.

Sejak 1974, dia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia (UI). SDD pernah menjabat sebagai Dekan FIB UI periode 1995-1999 dan menjadi guru besar.

Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada 1986, Sapardi Djoko Damono mendapatkan anugerah SEA Write Award.

Advertisement

Dia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada 2003. Dia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Dia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

Mirna Yulistianti, Editor Senior Gramedia Pustaka Utama sekaligus editor buku-buku karya Sapardi Djoko Damono pernah mengatakan Hujan Bulan Juni menjadi salah satu karya yang paling best seller.

Menurutnya setiap cetak novel dan puisi Hujan Bulan Juni ada sekitar 3.000 hingga 4.000 eksemplar, bahkan ada yang sampai 5.000 sekali cetak.

Jumlah pembaca karya Sapardi Djoko Damono juga semakin berkembang karena generasi muda sekarang senang bermain Instagram dan memosting quote-quote yang bersumber dari karya Sapardi. Alhasil, kalangan muda saat ini mengenal sosok Sapardi Djoko Damono.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Kesederhanaan, Sebab Karya Sapardi Djoko Damono Begitu Dicintai

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif