News
Selasa, 22 Agustus 2023 - 09:16 WIB

Mengenang dr Cipto Mangunkusumo, Perjalanan Karier hingga Akhir Hayat

Sandra Kartika Hapsari  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Potret dr. Cipto Mangunkusumo, pahlawan nasional Indonesia kelahiran Jepara. (Istimewa/Instagram @indonesian_history_in_color)

Solopos.com, SOLO — Nama dr. Cipto Mangunkusumo yang akrab disapa dr. Cipto tak hanya dikenal sebagai tokoh medis ulung, tetapi juga sebagai pejuang kemerdekaan yang berdedikasi.

Lahir pada 6 Januari 1886 di Jepara, Jawa Tengah, dari Mangunkusumo dan R.A. Suratmi, dr. Cipto telah meninggalkan jejak besar dalam sejarah kesehatan Indonesia dan perjuangan merebut kemerdekaan dari penjajahan.

Advertisement

Dilansir oleh buku yang berjudul dr. Cipto Mangunkusumo karya Soegeng Reksodihardjo, dr. Cipto Mangunkusumo lahir dari seorang priyayi Jawa. Sejak usia belia Cipto Mangunkusumo telah menunjukkan sifat dan kepribadiannya.

Dari kakek buyutnya, Cipto Mangunkusumo diwarisi sifat penuh wibawa dan sifat memimpin. Jiwa keagamaan yang diwariskan dari sang kakek, dan watak ‘kaku’ dan ‘keras’ yang diwarisi oleh sang ayah.

Advertisement

Dari kakek buyutnya, Cipto Mangunkusumo diwarisi sifat penuh wibawa dan sifat memimpin. Jiwa keagamaan yang diwariskan dari sang kakek, dan watak ‘kaku’ dan ‘keras’ yang diwarisi oleh sang ayah.

Pada usia di sekolah dasarnya, Cipto Mangunkusumo menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia.

Lulus dengan prestasi unggul, Cipto Mangunkusumo meneruskan pendidikannya di sebuah Sekolah Pendidikan Dokter Hindia, School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia).

Advertisement

Tak sampai di situ, Ia juga menulis dalam sebuah surat harian kolonial tentang kritik mengenai penderitaan rakyat. Dikenal gigih dan senang melawan arus membuat Cipto Mangunkusumo kerap mendapat teguran dari pemerintah kolonial.

Tumbuh dan berkembang di Stovia, Cipto Mangunkusumo berhasil menamatkan pendidikannya di Stovia dan kemudian mengabdikan dirinya untuk membantu sesama.

Fakta menariknya, sedari awal Cipto Mangunkusumo telah bekerja sebagai dokter pemerintah Belanda, namun akibat tulisannya di surat harian membuatnya harus kehilangan pekerjaannya sebagai dokter pemerintah.

Advertisement

Namun Ia tidak terpuruk, pemberhentian itu dijadikannya sebagai batu lompatan dalam menyebarluaskan perjuangan. Terbentuk sebuah organisasi yang bertujuan untuk menaikkan derajat bangsa Indonesia pada 20 Mei 1908 yang diberi nama Budi Utomo, kemudian Cipto Mangunkusumo ikut andil dan menjadi anggota yang diketuai oleh Soetomo.

Darah politik Cipto Mangunkusumo semakin mendidih di sini. Namun melalui pemikirannya yang revolusioner dan demokratis Cipto Mangunkusumo harus meninggalkan organisasi itu.

Bukan tanpa sebab, Ia meninggalkan Budi Utomo karena dibawanya organisasi ini kepada dunia keraton yang feodalistis. Cipto Mangunkusumo menilai seharusnya Budi Utomo ini dijadikan sebagai organisai yang mampu membuka jalan persatuan bangsa yang senasib dan bukan menitikfokuskan pada kebudayaan dan kehidupan Jawa.

Advertisement

Tahun-tahun berselang, tepatnya pada tahun 1911, dunia kesehatan diguncang wabah pes. Cipto Mangunkusumo pun turut andil menawarkan diri untuk memberantas wabah. Atas keikutseraannya, Ia diberi dianugerahi bintang emas penghargaan Ridder in de Orde van Oranje Nassau oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Namun darah politiknya tak padam, hingga akhirnya pada tahun 1912, bersama Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, yang disebut sebagai Tiga Serangkai mendirikan partai politik untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan mencapai kemerdekaan Indonesia yang diberi nama Indische Partij.

Tahun 1913 jadi tahun tak terlupakan, Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara membentuk Komite Bumi Putera dan menulis artikel mengenai pemboikotan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Atas aksinya tersebut, Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda.

Akibat penyakit asmanya yang kembali kambuh, setahun kemudian, Cipto Mangunkusumo dipulangkan ke Indonesia. Dijadikannya sebagai peluang emas, Ia semakin gencar menggaungkan perjuangan dan bergabung dengan Insulinde.

Akibat penyakitnya pula, Ia menghembuskan napas terakhirnya pada 8 Maret 1943 dan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Ambarawa.

Berkat pengabdiannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Cipto Mangunkusumo diabadikan dalam sebuah patung yang berdiri gagah di Pertigaan Tugu jam Pasar Gamblok Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Namanya juga diabadikan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta Pusat. Bahkan Pemerintah Republik Indonesia juga mengabadikan dalam pecahan uang rupiah logam Rp200 pada 2016 silam.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif