News
Rabu, 9 Agustus 2023 - 20:49 WIB

Mengenal Ritual Babukung, Tarian Kematian dari Kalimantan Tengah

Wilda Arifati  /  Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Festival Babukung. (id.wikipedia.org)

Solopos.com, LAMANDAU — Babukung merupakan sebuah ritual berupa tarian yang digelar saat ada ritual adat kematian dalam agama Kaharingan yang masih dianut beberapa Suku Dayak di Kalimantan Tengah.

Beberapa Suku Dayak yang masih menganut agama Kaharingan yaitu Suku Dayak Tomun, Suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Ut Danum, beberapa Suku Dayak lainnya.

Advertisement

Melansir dari kikomunal-indonesia.dgip.go.id yang diakses pada Selasa (8/8/2023), Tari Babukung merupakan tari topeng tradisional yang asli berasal dari Suku Dayak Tomun, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. 

Topeng yang digunakan saat menari memiliki ciri khas tersendiri yaitu berwujud hewan tertentu. Topeng tersebut disebut topeng Sababuka atau juga sering disebut Luha dan penarinya penarinya disebut Bukung.

Advertisement

Topeng yang digunakan saat menari memiliki ciri khas tersendiri yaitu berwujud hewan tertentu. Topeng tersebut disebut topeng Sababuka atau juga sering disebut Luha dan penarinya penarinya disebut Bukung.

Tarian Babukung biasanya dilakukan untuk mengiringi upacara penguburan atau sebelum mayat dikubur, selain itu juga biasanya dilakukan saat ada upacara Tiwah atau upacara kematian. Bukung melakukan tarian ini dengan iringan musik khas Suku Dayak. 

Dikutip dari mmc.kalteng.go.id, bukung-bukung tersebut datang dari desa tetangga atau kelompok masyarakat yang bertujuan untuk menghibur keluarga yang berduka sambil menyerahkan bantuan.

Advertisement

Tujuan dari Ritual Babukung ini yaitu untuk mengusir dan menyerap roh jahat di lingkungan sekitar agar tidak mngganggu perjalanan arwah orang yang baru saja meninggal. 

Ritual ini tidak boleh dilakukan selain jika ada orang yang meninggal, jika dilanggar maka akan mengundang hak buruk terjadi.

Setiap bukung yang menari memiliki iringan musik yang berbeda, karena itu setiap gerakan Bukung memiliki makna sakral dan magis yang terkandung di dalamnya. 

Advertisement

Bagi masyarakat Suku Dayak Tomun, Ritual Tarian Babukung ini memiliki nilai historis dan spiritual yang sangat tinggi karena merupakan peninggalan asli dari nenek moyang mereka yang ada di Kalimantan. 

Selain mengandung nilai kesenian tari, Babukung juga mengandung nilai kesenian topeng, tata busana, dan teater.

Gerakan yang dilakukan oleh Bukung tergantung pada Luha yang dipakai. Luha yang dipakai memiliki berbagai variasi hewan, biasanya berupa burung, kelelawar, kupu-kupu, owa-owa, atau naga yang masing-masih dari karakter Luha tersebut memiliki makna dan perwujudan dari roh leluhur. 

Advertisement

Luha juga dipercaya dapat berkomunikasi dengan leluhur dan mengusir roh jahat. Ada satu Luha yang dipercaya memiliki kekuatan paling besar dari Luha-luha yang lain, yaitu Luha Bukung Kambe atau Luha Bukung Hantu. 

Luha Bukung Kambe dipercaya mempunya kekuatan besar yang dapat menangkap banyak roh-roh jahat pada upacara kematian. Beberapa Luha akan diritualkan terlebih dahulu sebelum Babukung dimulai karena dianggap sangat sakral.

Tarian Bukung Besar harus didoakan dahulu melalui sebuah ritual yang dipimpin oleh pemimpin agama Kaharingan yang disebut Mantir. 

Penampilan Bukung dalam menari juga sangat hati-hati dan sikapnya akan berbeda-beda tergantung pada siapa orang yang meninggal. 

Jika yang meninggal merupakan orang yang sangat dihormati, maka Tarian Babukung akan dilakukan dalam jangka waktu yang lama, bisa sampai 31 hari.

Pemerintah Kabupaten Lamandau menjadikan tarian ini sebagai agenda rutin berupa festival budaya dan diberi nama Festival Babukung. 

Festival ini pertama kali diadakan pada tanggal 25 hingga 26 September 2014 dan disambut dengan antusias oleh banyak masyarakat  dan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. 

Festival ini menampilkan karnaval topeng, pagelaran tari topeng, lomba menggambar dan mewarnai topeng, pentas musik etnik, workshop tari, workshop ukir topeng, bazar, dan pertunjukan ritual Suku Dayak. Festival ini mendapatkan Rekor MURI pada 2015 karena menampilkan lebih dari 1.000 bukung.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif