News
Rabu, 15 Februari 2023 - 09:40 WIB

Menanti Pengaruh Justice Collaborator Richard Eliezer dalam Vonis Hakim

Rudi Hartono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Richard Eliezer, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua (Brigadir J) memejamkan mata saat jaksa membacakan tuntutan di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2023). (Tangkapan layar tayangan sidang)

Solopos.com, SOLO–Publik menanti vonis atau putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap Richard Eliezer atau Bharada E hari ini, Rabu (15/2/2023).

Banyak pihak berharap vonis terhadap sang eksekutor atau penembak korban Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabara atau Brigadir J itu dihukum ringan, meski sebelumnya polisi 24 tahun bernama lengkap Richard Eliezer Pudihang Lumiu itu dituntut 12 tahun penjara.

Advertisement

Melihat tren vonis yang dijatuhkan kepada empat terdakwa lainnya, majelis hakim PN Jakarta Selatan memberi hukuman yang jauh lebih berat dibanding tuntutan.

Ferdy Sambo, dalang atas pembunuhan berencana terhadap Yosua, divonis pidana mati pada Senin (13/2/2023). Sebelumnya JPU menuntut mantan Kadiv Propam Polri itu dengan pidana penjara seumur hidup.

Putri Candrawathi yang merupakan istri Ferdy Sambo dijatuhi hukuman 20 tahun penjara pada hari yang sama saat Ferdy Sambo divonis. Sebelumnya dia dituntut pidana delapan tahun penjara.

Advertisement

Sopir pribadi mereka, Kuat Ma’ruf, divonis 15 tahun penjara pada Selasa (14/2/2023). Sebelumnya JPU menuntutnya delapan tahun penjara.

Sementara anak buah Ferdy Sambo, Ricky Rizal Wibowo, divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama saat Kuat Ma’ruf divonis. Sebelumnya dia dituntut delapan tahun penjara.

Pada sisi lain, meski menjadi eksekutor, tetapi Elizer memiliki peran penting dalam pengungkapan fakta kasus pembunuhan tersebut.

Dia membongkar fakta-fakta yang dikaburkan Ferdy Sambo sejak dari penyidikan hingga persidangan. Elizer sejak awal menyatakan bakal mengungkap fakta yang sebenarnya dengan menjadi justice collaborator (JC) sehingga mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Advertisement

Eliezer yang membongkar bahwa Yosua meninggal dunia akibat ditembaknya dari jarak dekat, bukan akibat baku tembak antara dirinya dengan Yosua seperti yang dinarasikan Ferdy Sambo saat kasus tersebut mengemuka ke publik. Eliezer menembak seniornya itu atas perintah Ferdy Sambo.

Dia juga yang menyatakan Ferdy Sambo ikut menembak  Yosua, meski Ferdy Sambo membantahnya. Dalam pertimbangan putusan terhadap Ferdy Sambo, Senin lalu, majelis hakim akhirnya menyimpulkan Ferdy Sambo turut menembak Yosua.

Dukungan Moral

Atas keberanian dan kejujurannya itu, Eliezer mendapat dukuangan moral dari menteri hingga akademisi. Sejumlah pihak menganggap tuntutan 12 tahun penjara bagi Eliezer terlalu berat mengingat dia dianggap telah berjasa membongkar kasus.

Advertisement

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfuf Md. menyebut Eliezer jantan karena berani jujur mengungkap fakta. Dia juga mendoakan Eliezer dihukum ringan.

Pengunjung sidang memberi dukungan moral dengan berseru agar Eliezer tetap semangat saat sidang agenda tuntuntan digelar.

Warga berharap Eliezer dibebaskan melalui penandatanganan petisi. Keluarga Yosua juga telah menerima maaf dari Eliezer dan berharap dia sungguh bertobat. Sebanyak 122 akademisi se-Indonesia juga memberi dukungan kepada Eliezer.

 

Advertisement

Justice Collaborator Tidak Harus Dihukum Ringan

Sementara itu, menurut mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun hukuman bagi seorang terdakwa dengan status justice collaborator harus tetap memperhatikan perbuatannya.

Justice collaborator tidak berarti harus dihukum ringan. Posisi JC memang mengurangi hukuman, namun berat ringan hukuman tetap mempertimbangkan perbuatannya,” kata mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta dikutip dari Antara, Jumat (3/2/2023) malam.

Menurut Gayus Lumbuun, seorang JC tetaplah seorang terdakwa. Artinya, terdakwa memiliki beban delik dakwaan yang tidak hilang.

“JC memang memiliki hak-hak seorang JC sesuai dengan Undang-Undang LPSK [Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban], tapi di sisi lain dia juga seorang terdakwa. Hakim nanti yang akan menilai,” ujar dia.

Ia mengatakan masalah JC diatur dalam UU LPSK. Disebutkan seorang JC mendapatkan kehormatan diberikan hukuman yang lebih rendah dari terdakwa lain.

Advertisement

“Namun, seorang JC harus bekerja sama dengan penegak hukum,” ujarnya.

Menurutnya, perlu penjelasan ke publik supaya masyarakat tidak memandang bahwa JC adalah segalanya. Dengan kata lain jangan sampai masyarakat berpandangan seorang JC sudah pasti mendapatkan hukuman ringan.

“Seolah JC sudah pasti dapat itu [hukuman yang ringan]. Padahal, pengalaman selama ini, juga banyak JC yang ditolak hakim. Penyebabnya, rekomendasi tidak sesuai dengan apa yang ditemukan di JC,” ulas dia.

Dalam kasus Eliezer, menurut Gayus, dia adalah seorang terdakwa yang mengeksekusi Brigadir Yosua atau Brigadir J. Dalam posisi seperti itu, kalaupun Eliezer dikurangi atau dihilangkan pidananya, bukan karena seorang JC tapi harus karena perbuatannya.

“Misalnya dihapus [pidananya] karena dia hanya menjalankan perintah atasannya. Jadi, jangan berpikir JC itu pasti mendapatkan keringanan hukuman,” jelas dia.

Ia mengatakan yang bersangkutan mendapatkan hukuman lebih ringan karena berstatus sebagai JC dan perbuatannya tidak lebih berat dari terdakwa yang lain. Jika Bharada E bukan seorang JC, tuntutan terhadapnya bisa seperti terdakwa Ferdy Sambo.

“Yang satu (Sambo) menyuruh, yang satu disuruh untuk membunuh kok,” katanya.

Terakhir, ia berharap masyarakat bisa memahami hal tersebut. Sebab, sekalipun ingin menyampaikan suara namun harus tetap dengan logika.

“Ini ada legal justice dan ada social justice. Keadilan masyarakat harus diimbangi keadilan hukum. Tidak boleh keadilan jalanan,” jelas dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif