News
Rabu, 14 Oktober 2015 - 18:10 WIB

MALAM 1 SURA : Jamas Pusaka, Kerbau Kiai Slamet, dan Aura Mistis

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kirab 1 Sura Solo (JIBI/Solopos/Dok)

Malam 1 Sura dijalani dengan kirab Kerbau Kiai Slamet dan ritual jamas pusaka yang tak jarang diidentikkan dengan aura mistis.

Solopos.com, SOLO – Malam 1 Sura dalam penanggalan Jawa sering dipakai Keraton untuk melakukan hajatan sakral. Berbagai ritual yang sering dilakukan pada malam 1 Sura adalah kirab Kerbau Kiai Slamet dan jamas pusaka.

Advertisement

Sejarah ritual malam 1 sura muncul dalam beberapa literatur seperti di Babad Sala yang disusun Raden Mas Said. Jamas pusaka diiringi dengan ritual khusus lainnya seperti puasa, pati geni, menyiapkan sesaji lengkap dengan menyan, tumpeng, dan berbagai persiapan lainnya. Masyarakat Jawa percaya kalau ritual mencuci benda pusaka ketika malam 1 Sura akan mempertahankan kesaktian benda pusaka peninggalan leluhur.

Ritual ini sudah dilakukan sejak lama. Bulan Sura jadi satu waktu dimana keraton di Pulau Jawa mengadakan ritual memandikan pusaka. Karisma keraton sendiri yang membentuk stigma mistis akan bulan Suro.

Tradisi ini juga jadi satu bentuk aksi untuk memupuk kesetiaan warga pada keraton. Hingga kini, kepercayaan itu masih dipegang kuat oleh masyarakat Jawa.

Advertisement

Selain jamasan, kirab Kerbau Bule selalu jadi agenda utama. Kisah mitologis Kerbau Kiai Slamet dumulai sejak Raja Keraton Solo, PB II mencari lokasi pendirian Keraton. Diceritakan sang raja membawa membawa serta kawanan kebo bule berjumlah puluhan ekor untuk mencari tempat yang ditentukan.

Babad Sala tidak menjelaskan alasan kenapa PB II memberlakukan kebijakan demikian. Syair Macapat Babad Giyanti samara-samar menyebut Kerbau Bule punya kemampuan khusus yang melekat dari kebiasaannya kirab pusaka Kiai Slamet.

Seperti diketahui Kerbau Bule ini dipakai PB II untuk kirab pusaka bikinan Kiai Slamet. Karenanya kerbau ini sering disebut Kerbau Kiai Slamet. Masyarakat familiar pula dengan sebutan “Kebo Kiai Slamet”.

Advertisement

RM Said dalam riwayatnya menyebut “Karena PB II beranggapan, di mana kerbau bule berdiam di suatu tempat maka di situlah lokasi pendirian baru keraton.”

Setelah berjalan puluhan kilometer untuk mencari lokasi keraton, Raja PB II melihat si kerbau menghentikan langkah kakinya cukup lama di sebuah tempat. Setelah ditunggu beberapa hari tak kunjung berpindah tempat, sang raja berkeyakinan bahwa di tempat kebo bule berhenti itulah Keraton Surakarta bisa dibangun.

Alhasil, hingga sekarang lokasi pendirian Keraton Kasunanan Surakarta tetap berada di jantung kota. Karena berjasa atas penentuan lokasi pembangunan keraton, maka posisi kesakralan kerbau bule Kiai Slamet menjadi sangat penting bagi warga Solo. Kebo Kyai Slamet merupakan pepunden keramat bagi warga lokal.

Sebab, setiap Malam 1 Sura seluruh masyarakat Surakarta tumplek blek memadati jantung pusat kota untuk melihat dari dekat iring-iringan kawanan kebo Kiai Slamet.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif