News
Selasa, 4 April 2017 - 15:15 WIB

LONGSOR PONOROGO : Ariska Selamat dari Tanah Longsor Berkat Bayinya

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dwi Ariska beserta putrinya Khumaira di posko pengungsian korban bencana tanah longsor Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Senin (3/4/2017). Ariska kehilangan suami, kedua orang tua serta enam kerabatnya. (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Longsor Ponorogo, seorang ibu muda di Desa Banaran selamat dari bencana tanah longsor lantaran mengurus bayinya.

Madiunpos.com, PONOROGO — Khumaira, bayi perempuan berusia tiga setengah bulan, terus menangis di lokasi pengungsian korban tanah longsor Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Senin (3/4/2017) siang. Ibu Khumaira, Dwi Ariska, 18, langsung menggendongnya dan memberikan air susu ibu (ASI) kepada buah hatinya itu.

Advertisement

Setelah dibopong beberapa saat oleh Ariska, Khumaira pun terlelap. Ariska menuturkan tanah longsor pada Sabtu (1/4/2017) pagi, tidak akan pernah terlupakan olehnya. Tidak hanya merenggut suaminya tercinta, Sumaryono, 23, bencana tanah longsor itu juga membuatnya kehilangan kedua orang tua beserta enam kerabatnya.

Ayahnya bernama Pujianto, 50, dan ibunya bernama Siyam, 45, menjadi korban bencana alam tanah longsor itu saat memanen jahe di ladang. Selain itu, kelima kerabatnya Situn, Tolu, Menit, Jadi, Suyono, dan Katemun juga menjadi korban dalam bencana alam tersebut.

Advertisement

Ayahnya bernama Pujianto, 50, dan ibunya bernama Siyam, 45, menjadi korban bencana alam tanah longsor itu saat memanen jahe di ladang. Selain itu, kelima kerabatnya Situn, Tolu, Menit, Jadi, Suyono, dan Katemun juga menjadi korban dalam bencana alam tersebut.

Dia menuturkan pada Sabtu pagi, suami beserta kedua orang tuanya dan lima kerabatnya pergi ke ladang di bukit untuk memanen jahe. Ladang jahe tersebut merupakan milik orang tuanya.

Saat itu, orang tuanya meminta tolong kepada suami beserta keenam kerabatnya untuk membantu memanen jahe. Jahe ini memang sengaja dipanen lebih awal karena takut kalau tanaman jahe itu tergilas longsor.

Advertisement

Wanita lulusan SMP itu menceritakan dirinya bersama suami, anak, dan kedua orang tuanya dalam 15 hari terakhir mengungsi di rumah pamannya, Tolu, di Dukuh Tangkil, Desa Banaran, yang berjarak puluhan meter dari rumahnya. Ia bersama keluarganya mengungsi karena rumahnya berada persis di bawah bukit yang kini tertimbun tanah longsor.

“Sebelumnya sudah ada peringatan. Dan kami pun sudah 15 hari mengungsi di rumah Pakde Tolu yang rumahnya lebih aman,” jelas dia.

Biasanya, ia selalu membantu orang tuanya memanen jahe di ladang tersebut. Namun saat itu dirinya tidak ikut memanen jahe karena mempunyai bayi. Ariska tinggal di rumah pamannya dan merawat sang buah hati.

Advertisement

Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh dari bukit dan longsor pun terjadi. Ariska menggenggam erat bayinya saat melihat tanah setinggi 200 meter longsor ke bawah dan “melahap” seluruh anggota keluarganya yang berada di ladang jahe.

Kalimat takbir terus terucap di mulut Ariska sambil terus mengucurkan air mata serta tubuh semakin lemas karena tidak sanggup melihat keluarganya lenyap ditelan longsor. “Saya mengucap Allahuakbar terus. Saya menggenggam erat anak saya dan berteriak-teriak,” kata perempuan yang menikah pada 2015 itu.

Dia mengaku tidak menyangka pagi itu menjadi waktu perpisahan dengan suami, orang tua, dan kerabat-kerabatnya. Namun, karena ini musibah, ia pun telah mengikhlaskannya.

Advertisement

“Saya beruntung masih diberi umur panjang oleh Allah. Ini semua karena anak saya. Kemungkinan kalau saya tidak punya bayi, saya ikut ke ladang dan akan menjadi korban dalam bencana alam itu. Ternyata nasib berkata lain,” ujar Ariska.

Dia berharap jasad suami, kedua orang tua, dan keenam kerabatnya segera ditemukan dan dimakamkan secara layak.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif