News
Senin, 5 Desember 2011 - 13:58 WIB

(Laporan Khusus)--Surga di Rutan Solo

Redaksi Solopos.com  /  Nadhiroh  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Denny Indrayana (Foto: Anatara)

Denny Indrayana (Foto: Anatara)

(Solopos.com)–Malam mulai larut dan dingin, Rabu (30/11/2011). Jl Slamet Riyadi yang merupakan jalan utama Kota Solo mulai sepi, Yang bertahan di jalanan hanyalah para penjual makanan yang mengenakan pakaian hangat mereka.

Advertisement

Dinginnya malam rupanya tidak begitu dirasakan oleh para penjual makanan yang berlokasi di seberang Rutan. Empat wanita muda di pinggiran taman kota bergandengan tangan dengan sejumlah laki-laki.

Mereka berpelukan, tertawa-tawa sambil saling menggoda di kawasan city walk yang diterangi lampu hias serta bintang-bintang. Ya, hari itu memang hujan tak datang.

Sementara yang lain sibuk dengan para tamu, seorang wanita berambut panjang justru terlihat sibuk hilir mudik keluar-masuk Rutan.

Advertisement

Dengan busana ketat warna merah muda, wanita itu membawa beberapa piring penuh dengan gorengan dan aneka kue ke dalam Rutan.

Sekali, dua kali hingga belasan kali dia keluar-masuk Rutan dalam semalam. Bawaan yang dibawa masuk pun beragam. Tidak hanya kue, juga masakan yang ditaruh dalam mangkuk besar hingga kantong-kantong plastik hitam ukuran sedang.

Kadang sebentar, tak jarang pula kunjungan ke dalam Rutan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama hingga setengah jam. Begitu kerapnya wanita itu masuk Rutan. Kadang, ia berganti pakaian.
Hari berganti. Jarum jam menunjukkan angka 00.25 WIB saat wanita itu kembali masuk ke Rutan dengan atasan ketat warna hitam. Di tangannya terdapat sebuah nampan yang di atasnya terdapat beberapa gelas kosong.

Advertisement

“Sipir yang jaga malam memang sering pinjam gelas kosong. Biasanya sih untuk minum-minum. Tahunya saya, gelas itu untuk minum-minum karena ketika dikembalikan, aroma minuman keras begitu terasa. Sampai capek saya mencucinya karena baunya tidak hilang-hilang,” ujar pedagang makanan di sekitar Rutan.

Hanya beberapa menit berselang saat wanita itu masuk ke dalam Rutan, seorang penjual bakmi lewat di depan Rutan. Walau tak ada orang yang keluar untuk memesan, penjual itu langsung berhenti di bagian depan bangunan, lalu memasak. Setelah itu, ia memukul-mukul sebuah kayu kecil meminta pintu gerbang dibuka.

Seusai pesanan pertama, pesanan kedua dan seterusnya datang silih berganti. Tak hanya dengan piring, beberapa kali penjual itu melayani pemesanan memakai kantong plastik. Setelah itu, ia berlalu. Suasana Jumat (2/12/2011) malam hingga Sabtu (3/12/2011) dini hari, tidak jauh berbeda.

Aktivitas hilir mudik wanita berambut panjang yang membawa piring serta gelas-gelas kosong ke dalam Rutan tetap berjalan. Yang berbeda hanyalah penjual bakmi yang biasanya berjualan di depan Rutan, hari itu diperbolehkan masuk ke dalam. Sekitar pukul 01.00 WIB, tampak dua penjual bakmi keluar dari Rutan bersamaan dengan gerobak mereka.

“Di dalam Rutan hari ini memang lumayan ramai. Ada rapat sepertinya karena bukan hanya sipir yang berjaga tapi juga polisi,” ujar penjual bakmi itu.

Apabila pada hari-hari biasa hanya sembilan orang sipir yang berjaga, malam itu terdapat puluhan orang. “Ya lumayan hari ini dagangan banyak yang laku. Bisa cepat pulang,” ujarnya puas.

Pengetatan penjagaan seperti yang diungkap penjual bakmi dini hari itu memang beralasan. Sebab, seperti yang diberitakan  (SOLOPOS, 2/12/2011), seorang tahanan Rutan kabur berbekal kalung kartu pengunjung, Kamis (1/12/2011).

Beruntung aparat berhasil menangkap Napi yang kabur tersebut pada hari yang sama. Kejadian itu akhirnya menambah daftar panjang kasus dalam Rutan Kelas I setelah sebelumnya terungkap adanya penyelundupan ganja ke dalam Rutan.

Seorang mantan Napi, sebut saja Anwar, mengatakan Napi yang memiliki uang ibarat tinggal di rumah. Lebih khusus lagi Napi kasus Narkoba.

“Para sipir memang punya kebiasaan memanjakan Napi yang kasusnya berhubungan dengan Narkoba. Sebab, sepengetahuan mereka, kami ini punya uang,” ujarnya.

Napi Narkoba, baik yang berada di dalam kamar dengan ukuran besar maupun kecil, mendapat perlakuan istimewa.

“Saya saja yang tinggal di kamar besar bisa mendapat banyak kemudahan. Apalagi mereka yang tinggal di kamar yang kecil. Kemudahan itu di antaranya, saya dan kawan-kawan bisa meminta tolong sipir membelikan makanan sampai sabu. Cara ini lebih aman ketimbang menyelundupkan sabu sendiri sebab setelah hari besuk habis, biasanya para petugas gabungan (sipir hingga pejabat Rutan-red) mengadakan razia kamar. Bagi mereka yang menyelundupkan barang haram tanpa melalui sipir dipastikan langsung ketahuan dan dihukum,” bebernya.

Anwar menambahkan hukuman bagi Napi yang melakukan kesalahan adalah dimasukkan ke dalam sel tikus. Disebut sel tikus karena ukuran kamarnya luar biasa kecil, kurang lebih 1,5 m x 1,5 m.

“Yang paling ditakuti para Napi adalah sel tikus. Bagaimana tidak menakutkan kalau di dalamnya hanya ada satu orang yang tinggal dengan dikelilingi dinding yang tinggi. Selain susah tidur karena sempit, untuk mandi dan buang air besar juga jadi satu. Bertemu dengan orang tidak dibolehkan sama sekali sehingga makanan masuk pun hanya lewat jendela. Serba susah,” tandasnya.

Keluar dari sel tikus butuh biaya besar. “Harga keluar dari sel tikus itu sangat mahal. Sedikitnya Rp 4 juta sebab yang disogok banyak, dari staf sampai pejabat. Walau harganya mahal pastilah yang namanya keluarga hingga rekan sesama Napi mengupayakan ada uang. Kalau tidak ada uang, kasihan yang di dalam, bukan hanya stres tapi juga depresi. Tiap hari sendirian tidak bisa berbicara dengan siapa pun,” ujarnya.

Agar tak masuk ke sel tikus, sambung Anwar, Napi yang berbuat kesalahan misalnya menyelundupkan HP atau Narkoba bersama ketua blok harus melobi sipir penjaga. Lobi dilakukan agar tidak dimasukkan ke dalam sel tikus. Biayanya lebih ringan, selisihnya Rp 1 juta.

Selama menjalani hukuman di Rutan, Anwar tinggal di kamar besar. “Pindah ke kamar kecil dengan fasilitas TV, bayarannya antara Rp 300.000 sampai Rp 500.000/bulan. Meski ada uang tapi saya tidak mau pindah ke kamar kecil karena bagi saya lebih bebas tinggal di dalam kamar besar. Di kamar besar, saya bisa mencari nafkah dengan cara jualan kopi, mi, sampai sabu. Dapatnya sabu juga gampang, tinggal pesan ke sipir untuk ketemu kurir. Upahnya Rp 100.000 sampai Rp 150.000 sekali jalan,” jelasnya.

Dari usaha itu, Anwar mengaku bisa mengirim uang untuk keluarga minimal Rp 200.000/pekan.

Nasib berbeda dialami Rudi, sebut saja begitu, yang saat ini masih tinggal di Rutan. Dengan latar belakang ekonomi pas-pasan, yang didapat Rudi di Rutan pun serta terbatas.

Agar bisa hidup layak di dalam Rutan, diakui Rudi, membutuhkan uang yang sangat besar. Itu bisa dilihat dari kamar 89.

“Bagaimana tidak membuat kami ini iri. Di kamar 89 itu, mantan anggota DPRD dapat kamar dengan perlengkapan yang wah. Ada TV, magic com, kulkas, sampai spring bed segala. Bahkan rencananya di kamar itu mau dipasang AC.”

Pintu kamar Napi biasa selalu ditutup. Hal itu  tidak berlaku di kamar itu. Mereka bebas keluar-masuk di halaman dalam Rutan sambil merokok.

Napi biasa harus puas tinggal di dalam kamar 15 m x10 m untuk 60-70 orang. Untuk alasan keamanan, setiap hari pintu kamar maupun pintu blok selalu ditutup.

Dengan kapasitas kamar yang sudah over, tambah Rudi, pengawasan dari sipir relatif tidak begitu ketat. Akhirnya, permainan judi pun akhir-akhir ini marak. “Lumayan kalau menang, bisa untuk sangu  istri di rumah,” begitu dia beralasan.

Itu kalau beruntung. Kalau sedang buntung alias ketahuan sipir, Napi harus meringkuk di sel tikus selama satu bulan.

Rudi bercerita, minimnya pemeriksaan pengunjung di pintu kedua menyebabkan tidak sedikit pengunjung menyusupkan obat-obatan terlarang. Menyusupkan Narkoba jadi pilihan karena membeli pil koplo dari oknum petugas relatif mahal.

Di luar, harga satu pil koplo Rp 4.500-Rp 5.000/butir, di dalam, ada yang menjual Rp 25.000/butir. Akhirnya dengan risiko ketahuan pada saat razia kamar digelar, para Napi miskin itu nekat menyelundupkan barang haram tanpa “bantuan” sipir.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Rutan Kelas I, M Hilal tidak banyak berkomentar. Menurutnya, saat ini segala perbaikan kondisi Rutan sedang dia upayakan. Namun demikian, perbaikan itu tidak semudah membalik telapak tangan.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Deny Indrayana, optimistis bisa memperbaiki kondisi Rutan dan Lapas segera mungkin.

“Saya optimistis dalam beberapa tahun ke depan kondisi Lapas segera erubah,” ujar Denny yang juga Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum saat dihubungi Espos.

(Tim Espos)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif