News
Rabu, 10 Juni 2015 - 04:30 WIB

KURS RUPIAH : Rupiah Tertekan, BI Malah Bolehkan Pengusaha Pakai Valas

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/BISNIS/Rahmatullah)

Kurs rupiah belum pulih dari tekanan. Namun BI justru memberikan keleluasaan penggunaan valuta asing (valas) nontunai.

Solopos.com, JAKARTA — Bank Indonesia masih memberikan keleluasaan menggunakan valuta asing ketika bertransaksi nontunai, atas dasar pertimbangan kesiapan dunia usaha. Kendati demikian, bank sentral tidak mengatur masa transisi yang jelas.

Advertisement

Kelonggaran itu tertuang dalam Surat Edaran No 17/11/2015 perihal Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Regulasi itu merupakan aturan teknis Peraturan Bank Indonesia No 17/3/PBI/2015 yang terbit akhir Maret. PBI sebelumnya melarang transaksi nontunai valas di dalam negeri mulai 1 Juli.

Surat Edaran menyatakan BI dapat memberikan mengambil kebijakan tertentu alias diskresi jika kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi nontunai menimbulkan masalah bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu.

Advertisement

Surat Edaran menyatakan BI dapat memberikan mengambil kebijakan tertentu alias diskresi jika kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi nontunai menimbulkan masalah bagi pelaku usaha dengan karakteristik tertentu.

Diskresi itu antara lain mempertimbangkan kesiapan pelaku usaha, dalam hal penerapan peraturan memerlukan perubahan sistem atau proses bisnis yang bersangkutan. Meskipun demikian, BI tidak memberikan kepastian mengenai berapa lama pelaku usaha diberi waktu mempersiapkan sistem baru.

“Kami tidak bisa menggeneralisir itu dalam surat edaran. Kami akan lakukan assessment ketika perusahaan mengajukan permohonan (diskresi) untuk mengetahui tingkat kesulitannya. Yang penting, perusahaan sampaikan action plan,” ujar Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto, Selasa (9/6).

Advertisement

Selain kesiapan pelaku usaha, kontinuitas kegiatan usaha menjadi perhatian BI dalam memberikan diskresi, khususnya jika pemberlakuan kewajiban rupiah tanpa masa transisi yang cukup dapat memengaruhi kelangsungan kegiatan usaha.

Hal lainnya yang menjadi pertimbangan adalah kegiatan investasi, yakni apabila kewajiban penggunaan rupiah dalam waktu segera dapat mengganggu investasi yang bersangkutan.

Terakhir, kegiatan usaha yang memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pun bisa memperoleh pengecualian.

Advertisement

Selain karakteristik di atas, BI mempertimbangkan pula kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan otoritas, seperti kewajiban penerimaan devisa hasil ekspor, dan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank.

Dalam penjelasan sebelumnya, bank sentral mengeluarkan PBI sebagai penyempurna UU No 7/2011 tentang Mata Uang yang ‘tumpul’ dalam menerapkan larangan penggunaan valas untuk transaksi residen.

Pelanggar akan dikutip denda sebesar 1% dari nilai transaksi nontunai. Apabila masih membandel, mereka dilarang ikut dalam lalu lintas pembayaran.

Advertisement

Adapun untuk transaksi tunai, pelanggar dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU No 7/2011 tentang Mata Uang, yakni kurungan maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta.

BI mencatat nontunai menguasai 95% dari seluruh transaksi valas dalam negeri senilai US$6 miliar per bulan. Sisanya dilakukan secara tunai. Transaksi itu umumnya dilakukan oleh perusahaan manufaktur, seperti tekstil, petrokimia, farmasi, dan ban. BUMN bahkan ikut melakukan transaksi dengan model tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif