News
Senin, 3 Februari 2014 - 16:18 WIB

KRISIS POLITIK THAILAND : Oposisi Bersikeras Gagalkan Pemilu Thailand

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Perdana Menteri Yingluck (istimewa)

Solopos.com, BANGKOK — Para demonstran antipemerintah Thailand pada Senin (3/2/2014) berjanji terus melakukan unjuk rasa di jalan guna mengusir Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra yang diperkirakan akan memenangkan pemilu.

Para demonstran dari kelompok oposisi itu mencegah pemungutan suara di ribuan TPS di Thailand pada Minggu (2/2/2014). Mereka melarang jutaan warga Thailand memberikan suara dan mendorong petugas penyelenggara pemilu untuk menahan hasil pemungutan suara.

Advertisement

Namun para demonstran itu tidak menyebutkan sampai kapan penundaan pengumuman hasil pemilu itu harus dilakukan. Media setempat mulai pesimistis dan memandang kecil kemungkinan untuk mengakhiri kebuntuan politik Thailand. Penyebabnya, partai berkuasa di negara itu, Puea Thai, bersiap untuk memasukkan gugatan ke pengadilan terhadap hasil hasil pemungutan suara. Mereka juga akan melakukan langkah hukum lain untuk menekan perlawanan terhadap pemerintahan Yingluck.

Kelompok yang berseberangan dengan PM Yingluck mengatakan Yingluck hanyalah “boneka” kakaknya, Thaksin Shinawatra, yang telah digulingkan militer pada 2006. Thaksin sekarang tinggal di Dubai untuk menghindari hukuman penjara karena tuduhan korupsi.

Ratusan pengunjuk rasa mulai melakukan pawai di luar Kota Bangkok hari ini guna menggalang dukungan dan dana kampanye tiga bulan untuk menggulingkan pemerintah. Para demonstran itu menginginkan PM Yingluck segera mundur dan memberi jalan bagi para Dewan Rakyat untuk mengawasi reformasi demi mengatasi korupsi dan dugaan pembelian suara.

Advertisement

Dengan tidak adanya angka resmi tentang jumlah pemilih, kedua belah pihak (pemerintah dan oposisi) mengklaim keberhasilan dalam pemilu. “Menurut konstitusi, pemilu harus diselenggarakan pada hari yang sama. Namun, tidak mungkin bagi kami untuk melakukannya. Sudah jelas bahwa pemilu ini harus dibatalkan,” kata juru bicara kelompok demonstran Akanat Promphan. Kelompok itu mengatakan akan membubarkan beberapa aksi protes di Bangkok, tetapi akan tetap mempertahankan “penutupan” Ibu Kota Thailand tersebut.

Sementara itu, partai penguasa mengatakan lebih dari setengah dari total 44 juta warga Thailand yang mempunyai hak pilih telah memberikan suara. Gangguan pemilu sebagian besar terjadi di Bangkok dan di daerah selatan Thailand, yakni tempat kubu-kubu oposisi.

“Itu menunjukkan bahwa setengah dari populasi Thailand menginginkan demokrasi dan menginginkan sebuah parlemen yang dibentuk oleh mayoritas,” kata juru bicara partai Puea Thai, Prompong Nopparit. “Ini bukan kemenangan bagi Partai Puea Thai, tetapi kemenangan bagi orang-orang yang mencintai demokrasi dan cinta damai,” tambahnya.

Advertisement

Menteri Tenaga Kerja Thailand, Chalerm Yubamrung, memprediksi Partai Puea Thai akan memperoleh antara 265 hingga 289 kursi dalam pemilu ini. Pada pemilu 2011, partai Yingluck itu juga memenangkan lebih dari setengah dari total 500 kursi parlemen yang tersedia.

Pemimpin Partai Demokrat (partai oposisi), Abhisit Vejjajiva, menegaskan pihaknya akan mengajukan gugatan hukum terhadap hasil pemungutan suara yang dinilainya tidak sah. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum Thailand mengatakan 10.000 dari hampir 94.000 TPS tidak dapat beroperasi sehingga jutaan warga Thailand tidak dapat memberikan suaranya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif