News
Jumat, 22 September 2017 - 16:30 WIB

KPK Ingin Bikin Unit di Daerah, Anggota Pansus Angket Menolak

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Ketua KPK Alex Marwata (kanan) menyaksikan penyidik memperlihatkan barang bukti hasil OTT suap terkait persetujuan raperda penyertaan modal PDAM Banjarmasin di Gedung KPK, Jumat (15/9/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Wacana KPK membentuk unit di daerah dikritik anggota Pansus Angket di DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Anggota Pansus Angket KPK dan Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengkritik wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ingin membentuk unit berbasis wilayah. Alasannya, KPK adalah lembaga adhoc sehingga bukan untuk dipermanenkan.

Advertisement

“KPK adalah lembaga adhoc yang dibentuk lewat amanat reformasi untuk melakukan transisi penegakan hukum, bukan malah dipermanenkan dengan membentuk teritorial hukum sendiri,” kata Sahroni, di Jakarta, Jumat (22/9/2017).

Rencana KPK untuk membentuk unit berbasis wilayah perlu diapresiasi. Namun, hal tersebut tetap harus memperhatikan perspektif sistem hukum Indonesia terutama aspek ketatanegaraan dan anggaran belanja negara.

Advertisement

Rencana KPK untuk membentuk unit berbasis wilayah perlu diapresiasi. Namun, hal tersebut tetap harus memperhatikan perspektif sistem hukum Indonesia terutama aspek ketatanegaraan dan anggaran belanja negara.

“Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk Unit Kerja Wilayah. Pertama, KPK perlu membentuk teritorial hukum tetapi dengan catatan hanya bersifat sementara. Kedua, perlu memperhatikan peningkatan pembiayaan dari sisi kegiatan operasional,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem ini.

Menurutnya, pembentukan KPK sejak awal dalam perspektif transisi penegakan hukum dan bukan permanen. Karena itu, katanya, KPK harus memperhatikan hubungan dengan lembaga yudikatif agar tidak muncul konflik kewenangan yang mengakibatkan buruknya penegakan hukum tindak pidana korupsi.

Advertisement

“Amandemen Undang-undang 1945 memang memberikan ruang bagi lembaga seperti KPK untuk menciptakan cek and balance. Dalam membangun unit kerja di daerah, KPK juga perlu memperhatikan hubungan dengan lembaga yudikatif sehingga tidak muncul konflik kewenangan yang dapat membuat runyam penegakan hukum tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Namun, dia mengakui KPK memang perlu dikembalikan pada tujuan hakikatnya. Selain untuk menciptakan cara berhukum yang lebih efektif, juga diarahkan untuk menyelamatkan keuangan negara.

“Jadi perlu ada korelasi positif antara peningkatan pendapatan negara dengan aksi operasi tangkap tangan KPK,” kata anggota Pansus Angket KPK ini.

Advertisement

Anggaran KPK pada tahun 2016 sebesar Rp991,8 miliar, sedangkan pada 2017 berjumlah Rp734,2 miliar. “Jika kita bandingkan, selama enam tahun [periode 2009-2015], KPK hanya berhasil mengembalikan uang korupsi ke kas negara sebesar Rp728.45 miliar. Jadi saya kira, masalahnya bukan pada perluasan kewenangan berbasis teritorial tetapi bagaimana KPK dapat memberi solusi pencegahan yang lebih efektif agar keuangan negara dapat diselamatkan dan pendapatakan belanja negara juga mengalami peningkatan,” tutur Sahroni.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pihaknya berencana membentuk suatu unit berbasis wilayah. Menurut dia, tugas unit ini melakukan penindakan dan pencegahan korupsi secara integrasi.

“Kombinasi perbaikan tata kelola OTT [operasi tangkap tangan] dan pengembangan kasus serta membentuk suatu unit yang memantau wilayah secara berkelanjutan dengan pendekatan dan pencegahan,” kata Saut.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif