Solopos.com, JAKARTA — KPK mengirimkan surat panggilan kedua kepada mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Agus Supriatna.
Agus Supriatna diperiksa sebagai saksi penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 tahun 2016-2017.
“Kami segera kirimkan surat panggilan kedua untuk saksi dimaksud,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (12/9/2022).
Rencana pemanggilan terhadap Agus itu terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).
Rencana pemanggilan terhadap Agus itu terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh (IKS) selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG).
Baca Juga: Begini Modus Tersangka Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU
KPK mengharapkan mantan KSAU bersikap kooperatif dengan menghadiri panggilan tim penyidik sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum.
Agus dan purnawirawan TNI Supriyanto Basuki sebelumnya dipanggil untuk diperiksa pada Kamis (8/9/2022). Namun keduanya tidak menghadiri panggilan.
Baca Juga: Pesawat Latih Bonanza TNI AU Ditemukan di Kedalaman 15 Meter
“Informasi yang kami peroleh, keduanya tidak hadir. Kami akan jadwal ulang dan mengimbau agar para saksi kooperatif hadir sesuai jadwal panggilan yang suratnya segera kami kirimkan. Keterangan kedua saksi ini dibutuhkan dalam proses penyidikan sehingga menjadi lebih jelasnya perbuatan para tersangka,” kata Ali beberapa hari lalu.
KPK menahan tersangka Irfan pada Selasa (24/5/2022) seusai ditetapkan sebagai tersangka pada Juni 2017.
KPK menduga perbuatan tersangka Irfan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar.
Baca Juga: Pengadaan Helikopter Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp224 Miliar
Atas perbuatannya, tersangka Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.