News
Selasa, 12 Mei 2015 - 02:40 WIB

Kontras Desak Jokowi Bebaskan 67 Napol

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (Dedi Gunawan/JIBI/Bisnis)

Kontras meminta Presiden Jokowi memberikan grasi dan abolisi kepada 67 napol asal Papua dan Maluku.

Solopos.com, JAKARTA – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti dan abolisi kepada 67 narapidana politik (napol) asal Papua dan Maluku.

Advertisement

Koordinator Kontras, Haris Azhar, mengatakan grasi yang diberikan Presiden Jokowi kepada lima narapidana politik belum cukup untuk menunjukkan niat baik pemerintah dalam memperbaiki hubungan dengan Papua.

“Kelima narapidana yang mendapat grasi memang berhak untuk bebas, karena sudah 12 tahun dipenjara, sakit-sakitan, dan mendapat perlakuan buruk di tahanan militer. Akan tetapi, masih ada puluhan tahanan politik Papua yang seharusnya mendapat amnesti dan abolisi,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/5/2015).

Kontras bersama Aliansi Demokrasi Untuk Papua, Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM di Papua, Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum, Tempat Advokasi Masyarakat Sipil Maluku, dan Yayasan Pantau meminta Presiden Jokowi segera membebaskan 67 narapidana politik yang masih ditahan.

Advertisement

Haris menuturkan sejumlah organisasi nasional dan internasional sebenarnya telah mempersoalkan narapidana dan tahanan politik di Indonesia.

Bahkan, pada November 2011, UN Working Group on Abritrary Detention di New York menyatakan Filep Karma yang saat ini menjadi narapidana politik di Abepura tidak mendapat peradilan yang adil.

Menurut dia, Pengadilan Indonesia menafsirkan pasal-pasal makar di Pasal 106 dan 110 KUHP dengan tidak proporsional, dan meminta pemerintah sesegera mungkin membebaskan Filep Karma tanpa sarat.

Advertisement

“Pada September 2012, belasan negara mempertanyakan keberadaan tahanan politik di Indonesia pada saat Universal Periodic Review terhadap Indonesia di Geneva,” ujarnya.

Adapun 67 narapidana politik yang dianggap perlu mendapat amnesti dan abolisi adalah 29 narapidana RMS yang ditahan di Ambon, Porong, Madiun, dan Nusa Kambangan. Kemudian 38 narapidana politik Papua yang ditahan di tujuh penjara pada Maret 2015.

Para narapidana RMS umumnya ditahan karena melakukan kegiatan pro-kemerdekaan RMS melalui tarian, nyanyian, dan ibadah. Sementara itu, tahanan politik asal Papua umumnya melakukan kegiatan pro-kemerdekaan, dan tindak kekerasan.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif