News
Selasa, 17 November 2015 - 18:00 WIB

KONTRAK FREEPORT : Istana: Mata dan Telinga Presiden Banyak, Hati-Hati!

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seskab Pramono Anung menjawab wartawan di halaman kantor Bupati OKI, Sumsel, Kamis (29/10/2015). (Setkab.go.id)

Kontrak Freeport yang masih dalam renegosiasi diwarnai dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi. Istana memberikan peringatan.

Solopos.com, JAKARTA — Istana Kepresidenen memperingatkan kepada siapapun yang mengatasnamakan Presiden Jokowi harus berhati-hati karena mata dan telinga Presiden di mana-mana.

Advertisement

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menyikapi dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia oleh anggota DPR.

“Presiden sudah memiliki data secara lengkap baik itu rekaman, transkrip. Dan namanya Presiden ini, mata dan telinganya banyak sehingga ini menjadi peringatan. Bagi siapapun yang mengatasnamakan Presiden, maka perlu hati-hati,” katanya di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (17/11/2015).

Bukti transkrip dan suara yang menunjukkan dugaan keterlibatan seorang anggota DPR meminta saham Freeport sudah dibaca dan didengarkan oleh Presiden. Pramono Anung juga sudah mengetahui hal itu, tetapi ia enggan untuk menyebutkan secara detail.

Advertisement

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said sudah melaporkan anggota DPR yang diduga meminta saham Freeport kepada Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dengan menyerahkan bukti tertulis. Sedangkan bukti suara akan menyusul.

Ditegaskan Seskab, Presiden tidak terpengaruh kehebohan pencatutan nama ini. Tetapi menurutnya, Presiden merupakan simbol negara sehingga tidak layak digunakan oleh siapapun untuk kepentingan tertentu.

Bahkan jika ingin bertemu langsung dengan Pemilik Freeport, Presiden tidak perlu memakai jasa perantara. Selama ini, ada beberapa orang yang berniat menjembatani, tetapi Presiden menyatakan bisa bertemu langsung dengan pemilik Freeport tanpa makelar.

Advertisement

Presiden tidak pernah bicara dengan siapapun di luar empat konteks, yakni royalti (harus ada perbaikan yang diberikan kepada pemerintah baik daerah maupun pusat), divestasi harus dijalankan sesuai undang-undang, pembangunan smelter, dan pembangunan Papua.

“Presiden berkeinginan untuk menyelesaikan atau memperpanjang atau tidak memperpanjang, atau pembahasan terkait kontrak karya termasuk dengan Freeport itu dilakukan pendekatan empat hal tadi,” ujar Pramono Anung.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif