News
Selasa, 22 Mei 2012 - 12:15 WIB

KONFLIK KERATON SOLO: Perlu Ada Rekonsiliasi Tahap II

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jlitheng Suparman (JIBI/SOLOPOS/dok)

Jlitheng Suparman (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – Budayawan Jlitheng Suparman menyarankan adanya rekonsiliasi tahap II untuk menuntaskan proses rekonsiliasi antara PB XIII Hangabehi dan Tedjowulan yang ternyata masih memunculkan masalah baru.
Advertisement

“Rekonsiliasi ini adalah antara pihak prorekonsiliasi dengan pihak oligarki yang selama ini menjadi penguasa sebenarnya di Keraton Solo,” tegas Jlitheng saat mengutarakan pendapat dalam acara Rembug Soloraya yang digelar harian SOLOPOS dan radio SOLOPOS FM di Griya Solopos, Selasa (22/5/2012).

Jlitheng menyatakan, konflik berlarut-larut di Keraton Solo sebenarnya adalah buah dari berbagai ketidakpedulian yang selama ini merebak, baik di tingkat negara, daerah dan masyarakat. “Negara ini sendiri kan sudah dikelola oleh rezim oligarki, sehingga praktik kenegaraan dilaksanakan di tempat yang gelap, yang tersembunyi dari sorotan masyarakat,” katanya. Berbagai konflik kepentingan yang lantas muncul pula di Keraton Solo adalah wujud pertentangan di tingkat pusat. “Ini adalah hasil dari ketidakpedulian, di mana negara tidak peduli pada keraton, tidak peduli pada rakyat dan keraton pun tidak peduli pada rakyatnya dan pada pemerintah pusat, sementara rakyat juga tidak peduli pada keraton,” ujar dalang Wayang Kampung Sebelah ini.

Sementara seorang peserta diskusi dari lembaga Javanologi, Sahid, menilai bahwa konflik di Keraton Solo punya keterkaitan dengan era pemerintahan saat ini yaitu teknokrasi politik. “Prinsip utama dalam teknokrasi politik adalah tawar menawar untuk kepentingan kekuasaan. Misalkan saja ‘iki digawe rame meneh, dinengke wae apa piye’ (Ini dibikin rusuh lagi, didiamkan saja atau bagaimana),” katanya.

Advertisement

Media, lanjut Sahid, memiliki peran paling besar dan kuat dalam proses ini. “Repotnya kalau nanti media menganggap isu-isu ini sudah tidak laku, bisa jadi akan dicari upaya memunculkan isu baru,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif