Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Golkar baik hasil dari Musyawarah Nasional (Munas) Golkar versi Jakarta maupun Bali, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, diminta lebih komunikatif menyelesaikan konflik internal menyusul risiko perpecahan partai.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan dua Ketua Umum Partai Golkar yang terpilih melalui munas yang berbeda itu harus mampu menjembatani upaya penyelesaian pertikaian. “Sebenarnya masih ada jalan islah melalui jalur pertemuan kedua ketum itu,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Senin (8/12/2014).
UU No. 2/2011 tentang Partai Politik pasal 32 dan 33 telah menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan perselisihan kepengurusan partai politik. Sesuai dengan UU itu, masih ada waktu hingga 60 hari yang bisa digunakan sebagai ruang islah.
Islah tersebut, paparnya, masih bisa diraih jika kedua pihak bisa meredam ego kepentingan yang diduga kuat muncul setelah Pilpres 2014. “Jika mereka masih kukuh dengan egonya masing-masing, ya pasti salah satu akan mengajukan gugatan ke PTUN setelah Kemenkum HAM memutuskan salah satu yang sah dan diakui negara.”
Sementara itu, pakar hukum dan tata negara, Yusril Ihza Mahendra, meminta kepada Menkum HAM, Yasonna H. Laoly, bersikap netral dan bertindak legalistik dalam mengesahkan kepengurusan partai politik. Hal itu disampaikan Yusril melalui akun resmi twitter-nya @Yusrilihza_Mhd, Senin (8/12/2014).
Menurutnya, konflik internl harus diselesaikan oleh mekanisme internal partai melalui mahkamah partai yang dibentuk oleh partai itu. “Jika sudah selesai, menkumham baru bisa mengesahkan. Namun jika belum tuntas, menkumham harus menunggu keputusan inkracht pengadilan terkait pengurus yang sah.”
Saat ini, diketahui kubu Ical sudah mendaftarkan kepengurusan ke Kemenkum HAM yang disusul oleh kubu Agung Laksono. Meski demikian, sebagai Menkum HAM, Yasonna H. Laoly, mengaku belum akan mengadakan pengesahan salah satu kubu. “Saya sudah bentuk tim untuk mempelajari itu,” katanya.