News
Jumat, 16 November 2012 - 13:51 WIB

Konferensi Waligereja Indonesia Tolak RUU Kamnas

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA — Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr Ignatius Suharyo mengatakan pihaknya menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nasional (Kamnas) karena menilai UU yang berlaku saat ini sudah cukup mencakup hal kamnas.

“Sebetulnya, Undang-Undang yang ada itu sudah cukup kalau dijalankan. Saya mendapat cerita dari salah satu hakim agung di MK (Mahkamah Konstitusi), kalau yang ada itu dijalankan dengan betul, maka tidak perlu membuat baru,” kata Mgr. Suharyo di kantor KWI, Jumat (16/11/2012).

Advertisement

Menurut Suharyo, terlalu banyaknya undang-undang dan peraturan di Indonesia akan menjadikan penerapannya tidak tepat guna.

“Terlalu banyak aturan yang tidak efisien, apalagi ini menyangkut soal keamanan nasional dan jugaa kehidupan manusia seluruhnya,” jelasnya.

Selain itu, apabila RUU Kamnas tersebut diterapkan, maka dia khawatir akan menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Advertisement

Mungkin berubah Sebelumnya, Pemerintah melalui Menteri Pertahanan serta Menteri Hukum dan HAM telah menjelaskan substansi RUU Keamanan Nasional (Kamnas) kepada DPR.

Menhan Purnomo Yusgiantoro pernah mengatakan bahwa RUU Kamnas tersebut masih ada kemungkinan untuk berubah sesuai dengan perkembangan situasi dan aspirasi masyarakat.

Selain itu, Purnomo juga mengatakan bahwa materi RUU Kamnas tidak akan mengembalikan kondisi negara seperti pada era orde baru yang dikhawatirkan masyarakat.

Advertisement

Sejumlah pasal baru yang menjadi kekhawatiran sejumlah pihak dalam RUU Kamnas antara lain pasal 54, pasal 22, pasal 10, pasal 17 dan pasal 51.

Sejumlah poin yang menimbulkan reaksi dari sejumlah pihak adalah terkait memberikan peran luas kepada Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai penyelenggara Kamnas, kewenangan khusus TNI dan BIN dalam menangkap dan menyadap pembicaraan siapa saja yang berpotensi mengganggu keamanan nasional, serta menganggap darurat sipil dan darurat militer tidak lagi relevan dalam acuan keadaan bahaya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif