Solopos.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi soal polemik anggaran tak wajar dalam APBD DKI Jakarta yang terungkap melalui sistem elektronik atau E-Budgeting. Salah satunya anggaran pengadaan lem Aibon senilai Rp82,8 miliar.
"E-budgeting itu kan tidak bisa tiba-tiba ya. Ini kan harus dimulai e-planning dulu, kalau kita sudah tahu e-planning kan pertama visi misi diterjemahkan pada e-planning. Jadi e-planning sendiri ada yang lima tahun, ada yang tahunan di situ targetnya sudah jelas," ucap Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Agus pun menyatakan bahwa seharusnya antara e-planning dan e-budgeting itu harus sinkron. Dia pun mempertanyakan anggaran yang nilainya tidak wajar seperti untuk pembelian lem Aibon.
Tak Cuma Rp82,8 Miliar, Anggaran Lem Aibon Ternyata Jauh Lebih Gede
"Sebetulnya e-budgeting itu kan apa yang mau dicapai tiap tahun itu kemudian diterjemahkan melalui bujet. Memang detail, memang sampai yang namanya beli alat tulis, tetapi kemudian kan tidak seperti itu [tak wajar]. Masa beli lem Aibon sampai sebesar itu. Pasti tidak, pasti itu ada kesalahan tetapi untuk mencapai sesuatu apa itu mestinya jelas. Jadi hubungan antara e-planning dan e-budgeting harus jelas," ucap Agus.
Soal ketidaksinkronan terkait e-planning dan e-budgeting di DKI Jakarta, Agus menyatakan lembaganya belum melihat sejauh itu. "Saya belum melihat sejauh itu, tetapi kalau kita melihat, beli Aibon sebesar itu pasti ada kesalahan yang mereka tidak melihat perencanaannya," ucap Agus.
Namun, Agus menegaskan bahwa baik sistem e-planning maupun e-budgeting itu memberikan akses terhadap masyarakat untuk mengetahui soal belanja anggaran tersebut.
PA 212 Mau Reuni Bareng Rizieq Shihab, Netizen Usul Pakai Anggaran Lem Aibon
"Sebenarnya e-planning, e-budgeting, itu memberikan akses pada masyarakat tahu apa yang dilakukan oleh baik kementerian atau daerah. Jadi, kalau Anda tahu misalkan kementerian A itu apa yang mau dicapai kemudian sampai detail seperti itu. Anda kan kemudian tahu, loh ini kok beli barang seperti ini. Ini kalau terbuka rakyat kan bisa menilai," kata Agus.