News
Senin, 16 Maret 2015 - 23:30 WIB

KENAIKAN HARGA ROKOK : Pemerintah Naikkan Pajak, Pekerja Pabrik Rokok Terancam

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh linting rokok (JIBI/Solopos/Dok.)

Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos

Solopos.com, SOLO — Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FS PRTMM) Soloraya menolak rencana pemerintah menaikkan pajak rokok menjadi 10% per April 2015 mendatang. Kenaikan pajak yang disertai penyetaraan itu dipastikan bakal memicu kenaikan harga rokok dan berisiko pada kelanjutan roda produksi industri rokok.

Advertisement

FS PRTMM menilai penyetaraan pajak rokok untuk semua skala tersebut bakal mematikan industri rokok skala kecil menengah. Di kawasan Soloraya, ada sekitar 5.000 buruh yang menggantungkan hidup mereka pada industri rokok dan bakal menghadapi risiko kenaikan harga rokok yang disertai penyataraan harga itu.

Ketua FS PRTMM Soloraya, Ahmad Yasir, mengatakan kenaikan pajak tersebut seharusnya hanya dikenakan kepada industri skala menengah ke atas. Hal itu karena industri besar sudah memiliki modal dan pasar yang besar. Mereka juga sudah memaksimalkan penggunaan sigaret kretek mesin (SKM).

Advertisement

Ketua FS PRTMM Soloraya, Ahmad Yasir, mengatakan kenaikan pajak tersebut seharusnya hanya dikenakan kepada industri skala menengah ke atas. Hal itu karena industri besar sudah memiliki modal dan pasar yang besar. Mereka juga sudah memaksimalkan penggunaan sigaret kretek mesin (SKM).

Sedangkan, industri rokok skala kecil masih mengandalkan 100% tenaga manusia atau sigaret kretek tangan (SKT). Menurutnya, pemerintah seharusnya melindungi industri yang masih memberdayakan manusia ini.

“Kami memang setuju jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan pajak dari industri tembakau, tapi sebaiknya ke industri besar khususnya SKM yang padat modal. Industri rokok manual [kecil menengah] ini adalah padat karya dan perlu mendapatkan perlindungan,” tegasnya saat ditemui Solopos.com di PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy Solo, Solo, Senin (16/3/2015).

Advertisement

“Jika terus dinaikkan, daya beli masyarakat akan mengalami penurunan luar biasa. Bahkan sampai Maret ini telah terjadi penurunan hingga 30 persen,” tandasnya.

Dia juga khawatir kenaikan pajak yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat bakal berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Padahal, di kawasan Soloraya ada sekitar 5.000 buruh yang menggantungkan hidupnya pada industri rokok.

“Jika benar pajak naik, saya yakin industri rokok akan mengalami kelesuan yang luar biasa. Harapannya memang kenaikan pajak itu diterapkan ke industri menengah ke atas, yang ekonominya sudah mapan. Kami yang kecil menengah ini segmentasinya siapa ta? hanya petani dan [masyarakat] perdesaan,” imbuhnya.

Advertisement

Ahmad meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut. Dia tidak ingin ribuan buruh industri rokok dan keluarga mereka menjadi korban akibat kebijakan pemerintah. “Sebaiknya ditinjau ulang lagi, jangan sampai kenaikan itu berdampak pada pekerja. Mereka juga punya anak yang harus sekolah dan dibiayai,” paparnya.

Sementara, salah satu buruh industri rokok, Ngatini, meminta pemerintah lebih cermat dalam mengambil kebijakan. Ibu yang sudah bekerja sebagai buruh selama 30 tahun tersebut tidak ingin kehilangan mata pencahariannya. “Kami sebagai rakyat kecil hanya bisa manut. Tapi kasihan teman-teman juga kan kalau nanti kena PHK karena kebijakan pajak yang naik itu,” katanya.

 

Advertisement

BACA JUGA:
Cukai Naik 27%, Buruh Rokok Terancam PHK
April 2015, Harga Rokok Rp20.000

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif