News
Rabu, 8 Februari 2012 - 11:54 WIB

KEMERDEKAAN PERS: Pers Indonesia Masih Hadapi Banyak Ancaman

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KONVENSI MEDIA MASSA -- Suasana Konvensi Nasional Media Massa yang digelar di Hotel Abadi, Jambi, Rabu (8/2/2012). Konvensi ini menjadi rangkaian kegiatan peringatan Hari Pers Nasional 2012. (JIBI/SOLOPOS/Anton Wahyu Prihartono)

JAMBI – Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan mengatakan kemerdekaan pers di Indonesia saat ini masih dalam ancamam. Untuk itu, semua insan pers di Tanah Air harus bahu membahu untuk memperjuangkan kemerdekaan pers.

KONVENSI MEDIA MASSA -- Suasana Konvensi Nasional Media Massa yang digelar di Hotel Abadi, Jambi, Rabu (8/2/2012). Konvensi ini menjadi rangkaian kegiatan peringatan Hari Pers Nasional 2012. (JIBI/SOLOPOS/Anton Wahyu Prihartono)

Advertisement
Hal itu disampaikan Bagir Manan dalam Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional 2012 di Hotel Abadi, Jambi, Rabu (8/2/2012). Bagir mengakui bahwa Indonesia telah merdeka, namun selama merdeka itu pers berada di masa pemerintahan yang otoriter dan tidak menjamin kemerdekaan pers. “Selama 44 tahun pers berada di sistem yang otoriter. Dan baru beberapa tahun terakhir ini berjuang untuk meraih kemerdekaan pers,” ujar Bagir.

Meskipun pemerintah saat ini menjamin kemerdekaan pers, namun menurut Bagir, kemerdekaan pers belum aman. Masih ada hambatan dan ancaman terhadap kemerdekaan pers. Ancaman itu antara lain berasal sistem kekuasaan atau pemerintahan yang otoriter yakni pembatasan melalui regulasi atau tindakan hukum lainnya, masih adanya pembatasan terhadap peliputan dan lainnya. Selain itu, hambatan kemerdekaan pers juga berasal dari publik atau masyarakat, kelompok kepentingan/kelompok mapan baik secara ekonomi maupun politik. Hambatan itu juga berasal dari politisasi pers dan tingkah laku pers itu sendiri.

Menurut Bagir, publik atau masyarakat bisa menjadi hambatan kemerdekaan pers manakala terjadi konfrontasi antara kelompok tertentu dengan insan pers yang melakukan tugas jurnalistik. “Kita akhir-akhir sering mendengar terjadi konfrontasi antara pers dengan kelompok tertentu yang merasa terganggu dengan pemberitaan pers,” ungkap Bagir.

Advertisement

Kelompok kepentingan atau kelompok mapan secara ekonomi dan politik juga bisa mengancam dan mencederai kemerdekaan pers. Menurut Bagir, kelompok ini biasanya tidak suka terhadap pemberitaaan pers karena kepentingannya terganggu. Misalnya saat pers membongkar tentang suap menyuap di kancak politik maupun pemerintahan dalam berbagai proyek, termasuk berita tentang pembalakan liar. “Mereka terganggu dengan berita pers dan selanjutnya mereka melakukan barbagai upaya untuk mengganggu kemerdekaan pers,” tegas Bagir.

Ancaman ketiga, kata Bagir, adalah terjadinya politisasi pers. Ini terjadi bilamana para para politisi mulai menguasai media dan kemudian media itu dijadikan ajang untuk kepentingannya. “Ini tentu saja dapat mengancam kemerdekaan dan kepentingan publik. Pers harus berpihak kepada kepentingan publik,” kata Bagir.

Ancaman terakhir, sambung Bagir, berasal dari internal pers. Pers yang memiliki tingkah laku yang tidak profesional bakal mencederai kemerdekaan pers. Misalnya pemilik modal ikut intervensi terhadap pemberitaan, pengeloaan industri pers yang tidak profesional. Selain itu, wartawan yang tidak memegang dan menjalankan kode etik jusrnalistik juga bakal mengancam kemerdekaan pers. “Pers yang bermutu rendah akan mencederai kemerdekaan pers,” imbuh Bagir yang dalam kesempatan itu membawakan makalah bertajuk Kemerdekaan Pers dan Industrialisasi Pers.

Advertisement

Bagir menambahkan, dalam perkembangannya, pers tidak bisa lepas dari sebuah industri dan hal tersebut tidak bisa dihindari. “Yang menjadi catatan bagaimana industri pers dapat menguatkan manfaat pers sebagai instrumen publik dan menyampaikan kepentingan publik,” kata dia. Namun demikian, pers Indonesia haruslah tetap diawasi. Publik harus melakukan pengawasan terhadap pers agar pers terus menjalankan tugas sebagai pemberi informasi dan memperjuangkan kepentingan publik.

Dalam seminar tersebut juga hadir beberapa pembicara antara lain Menkominfo Tifatul Sembiring yang berharap pers harus tetap mendukung pembangunan nasional, Suryopratomo (praktisi televisi) yang menyampaikan makalah bertema Keterbukaan Informasi dan Etika Penyiaran.

JIBI/SOLOPOS/Anton Wahyu Prihartono

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif