News
Senin, 28 Januari 2019 - 17:33 WIB

Kemenkumham Bali: Remisi untuk Pembunuh Wartawan Belum Bisa Dieksekusi

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, DENPASAR — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali Sutrisno memastikan remisi pembunuh wartawan I Nyoman Susrama belum bisa diterapkan. Hal ini lantaran adanya kesalahan ketik masa tahanan.

Dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 29/2018 tentang pemberian remisi berupa perubahan dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara, Presiden Joko Widodo memberikan remisi kepada Susrama. Akibatnya, hukuman Susrama dikurangi dari penjara seumur hidup menjadi penjara 20 tahun sehingga memicu kecaman publik.

Advertisement

Dalam Keppres tersebut, tertulis masa tahanan Susrama setelah mendapatkan remisi akan bebas pada 2029. Padahal seharusnya jika dihitung berdasarkan awal penahanan pada 2010, Susrama baru bisa bebas pada 2030. 

Menurutnya, sampai saat ini Kementerian Hukum dan HAM masih melakukan perbaikan atas kesalahan ketik tersebut. Penerapan remisi 20 tahun dari penjara seumur hidup belum bisa diterapkan sampai laporan  masa tahanan tersebut selesai.

“Saya bukan orang LP jadi tidak tahu benar dengan perubahan pidana,” katanya, Senin (28/1/2019).

Advertisement

Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Bali memastikan penolakan atas keppres tersebut akan tersampaikan ke pemerintah pusat. Rencananya, petisi penolakan akan disampaikan pada Senin (28/1/2019), namun menjadi diundur pada Selasa (29/1/2019).

“Sampai sekarang kita belum eksekusi remisinya,” katanya. 

Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) pun akan terus mengawal Keputusan Presiden yang memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali, Jawa Pos Group, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Advertisement

I Nyoman Susrama sendiri mendapatkan vonis seumur hidup di di Pengadilan Negeri Denpasar pada 2010 silam. Namun, berdasarkan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar Nandhang R. Astika mengatakan remisi yang diberikan tersebut mengindikasikan adanya kemunduran terhadap kebebasan pers.

Terlebih, pembunuhan Prabangsa adalah satu-satunya kasus kekerasan terhadap jurnalis yang mampu terungkap. Apalagi, pengungkapan kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam ini dinilai cukup alot. Saat pengungkapan kasus tersebut, AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis pun ikut mengawal Polda Bali.

“Kasus terungkap, diberikan vonis hingga diketuk palu, sekarang tiba-tiba malah muncul remisi,” katanya. 

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif