News
Rabu, 13 Juli 2022 - 21:29 WIB

Kejahatan Seksual Bukan Hanya Perkosaan, Waspadai 4 Hal Ini

Newswire  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kejahatan seksual (Dok/JIBI)

Solopos.com, JAKARTA — Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan semua pihak bahwa bentuk kejahatan seksual kepada anak tak hanya selalu berupa pemerkosaan tetapi bisa berupa paksaan ataupun bujukan.

“Jadi bentuk kekerasan seksual kepada anak, tidak selalu berupa pemerkosaan, tidak selalu berbentuk incest dan sodomi. Dia biasanya bisa berupa bujukan atau paksaan untuk terlibat aktivitas seksual,” kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak IDAI Eva Devita Harmoniati dalam Seminar Awam Cegah Kekerasan Seksual pada Anak yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/7/2022).

Advertisement

Eva menuturkan seringkali bentuk kekerasan seksual pada anak dipahami sebagai terjadinya pemerkosaan, incest ataupun sodomi.

Namun dengan seorang anak terbujuk untuk melihat dan terstimulasi ikut dalam kegiatan seksual seperti melalui perabaan, hal tersebut sudah termasuk dalam kekerasan seksual.

Advertisement

Namun dengan seorang anak terbujuk untuk melihat dan terstimulasi ikut dalam kegiatan seksual seperti melalui perabaan, hal tersebut sudah termasuk dalam kekerasan seksual.

Baca Juga: Hukum Kekerasan Seksual: Penjara 15 Tahun, Denda Rp1 Miliar

Orang tua harus dapat memahami, kejahatan seksual pada anak lainnya juga dapat berupa eksploitasi seksual komersial melalui video atau film pornografi yang melibatkan anak dalam visual ataupun audionya serta perbudakan seksual, perdagangan anak hingga pernikahan paksa.

Advertisement

Di mana tiap materi aktivitas seksual yang menggunakan anak dibuat secara digital tanpa adanya bentuk yang nyata.

Baca Juga: Dampingi Anak Korban Kejahatan, Kantor Komnas PA Dua Kali Dibakar

Kedua adalah sexting yakni pembuatan dan pembagian gambar telanjang atau nyaris telanjang yang menggoda secara seksual melalui telepon genggam ataupun jejaring sosial.

Advertisement

Biasanya anak melakukan karena inisiatif sendiri, ancaman dari pelaku atau tekanan teman.

Kejahatan ketiga yang Eva sebutkan adalah online grooming for sexual purposes di mana pelaku akan menjalin hubungan dengan anak melalui internet sebagai wadah untuk melakukan kontak seksual daring ataupun luring.

Baca Juga: Komnas PA Sebut Korban Pelecehan Motivator Julianto Eka 40 Siswi

Advertisement

Pada mulanya, pelaku akan memberikan perhatian dan hadiah-hadiah pada anak. Dari sana, mereka akan mulai melakukan kekerasan secara psikologis, melakukan manipulasi, mendidik secara seksual dan membuat anak tidak peka.

“Ini sangat mengkhawatirkan karena ternyata para pedofil atau para pelaku kejahatan seksual daring menyasar justru anak-anak yang belum paham tentang media sosial, belum paham batasan-batasan dalam mengunggah foto sehingga rentan sekali menjadi korban,” ujar dia.

Baca Juga: Dituding Membela Terdakwa Pelecehan Seksual, Ini Kata Kak Seto

Lebih lanjut Eva menerangkan tentang sexual extortion, sebuah pemerasan untuk mendapatkan konten seks berupa foto ataupun video, guna memperoleh uang dari korban ataupun terlibat dalam seks dengan korban melalui paksaan secara daring.

Dengan 60 persen pelaku bertemu secara daring melalui sosial media.

“Kemudian ada juga streaming of child sexual abuse. Ini pemaksaan pada anak untuk melakukan atau terlibat aktivitas seksual, baik sendiri atau dengan orang lain. Kemudian disiarkan secara langsung melalui internet dan ditonton oleh orang-orang yang telah memesan, bersama dengan jaringan pelaku kejahatan seksual atau pedofil,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif