Solopos.com, SRAGEN—Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP RI) bersuara terkait rencana penghentian tes keperawanan dalam seleksi anggota TNI.
Sekretaris Jenderal KPP RI Luluk Nur Hamidah mendukung rencana Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa tersebut.
Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) IV Jateng itu menilai tes keperawanan tidak relevan untuk menilai kelayakan calon prajurit perempuan TNI.
“Dalam praktiknya, tes keperawanan itu juga mendiskriminasikan terhadap perempuan dan sangat rentan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta ketinggalan zaman. Tes keperawanan yang dilakukan sebelumnya mengesampingkan eksistensi perempuan sebagai manusia yang memiliki kecakapan, kecerdasan, akal budi, kepemimpinan, dan komitmen membela bangsa dan negara,” jelasnya dalam pernyataannya yang disampaikan kepada Solopos.com, Selasa (10/8/2021).
“Dalam praktiknya, tes keperawanan itu juga mendiskriminasikan terhadap perempuan dan sangat rentan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta ketinggalan zaman. Tes keperawanan yang dilakukan sebelumnya mengesampingkan eksistensi perempuan sebagai manusia yang memiliki kecakapan, kecerdasan, akal budi, kepemimpinan, dan komitmen membela bangsa dan negara,” jelasnya dalam pernyataannya yang disampaikan kepada Solopos.com, Selasa (10/8/2021).
Baca Juga: Intervensi Stigma dan Diskriminasi sebagai Upaya Indonesia Bebas HIV/AIDS 2030
Dia berpendapat tes keperawanan atau sejenisnya sudah semestinya dihentikan dan tidak dikaitkan dengan uji kesehatan baik fisik ataupun kesehatan jiwa.
“Saya, sebagai pribadi ataupun sebagai Sekjen Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia, menyambut gembira dan mendukung serta siap mengawal kebijakan KSAD, Jendral Andika Perkasa. Instruksi KSAD agar benar-benar dilaksanakan seluruh jajaran TNI AD. Begitu pun saya juga mendukung dan menyambut gembira komitmen TNI Angkatan Udara dan Angkatan Laut untuk tidak lagi menggunakan tes keperawanan sebagai salah satu mekanisme rekrutmen calon prajurit perempuan,” katanya.
Baca Juga: Keadilan Elektoral
Dia menyuarakan kepada para legislator perempuan di Indonesia beserta jejaring masyarakat sipil lainnya untuk ikut mengawal dan memfasilitasi bilamana terjadi inkonsistensi atas kebijakan tersebut.
Luluk membuka diri untuk advokasi bila terjadi praktik tersebut.
“Kami berharap institusi lain negara yang melakukan rekrutmen apa pun tidak menerapkan kebijakan yang diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM, khususnya sila kedua Pancasila,” ujar Luluk.