News
Rabu, 4 November 2015 - 12:35 WIB

KASUS SUAP MIKROHIDRO PAPUA : KPK Periksa Anggota Komisi VII DPR

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi KPK (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Kasus suap mikrohidro Papu terus ditindaklanjuti oleh KPK.

Solopos.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota DPR Komisi VII, H. Mulyadi, untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan gratifikasi terkait usulan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan tahun anggaran 2016 di Kabupaten Deiyai, Papua.

Advertisement

“Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka DYL [Dewie Yasin Limppo],” ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Rabu (4/11/2015).

Selain Mulyadi, ada beberapa orang lain yang dimintai keterangan oleh KPK yaitu Ita, anggota staf PT Peniti Valasindo dan Ida Nuryatin, pegawai Ditjen energi baru terbarukan dan konservasi energi kementerian ESDM.

Rinelda Bandaso, Iranius, dan Setiadi juga dijadwalkan akan diperiksa sebagai tersangka oleh KPK hari ini.

Advertisement

Dewie diduga menerima uang pelicin dari dari pengusaha dari PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Jusuf dengan nilai proyek sekitar Rp 200 miliar. Dewie diduga meminta fee atas proyek teraebut kepada Setiadi 7% dari total anggaran.

Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan sekitar pukul 17.45 WIB saat KPK melakukan operasi tangkap tangan kepada Sekretaris Pribadi Dewie, Rinelda Bandaso sebagai penerima SGD177.700 dari pengusaha PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius.

Pada pukul 19.00 WIB, KPK menangkap tangan Dewie Yasin Limpo dan staf ahlinya Bambang Wahyu Hadi di Bandara Soekarno Hatta saat keduanya hendak menuju ke Makassar.

Advertisement

Dewie, Bambang dan Rinelda disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sementara Iranius dan Setiadi disangkakan dengan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif