News
Jumat, 3 April 2015 - 21:30 WIB

KASUS SUAP ESDM : KPK: Praperadilan Sutan Bhatoegana Seharusnya Gugur

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sutan Bhatoegana keluar Gedung KPK, Selasa (20/1/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Kasus suap ESDM dengan tersangka Sutan Bhatoegana telah dilimpahkan ke pengadilan. Namun praperadilan masih berlanjut.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? menegaskan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana terhadap KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, seharusnya gugur jika mengacu pada KUHAP.

Advertisement

Pasalnya, menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, pihak KPK telah melimpahkan berkas perkara Sutan Bhatoegana ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dengan demikian, permohonan gugatan praperadilan yang telah dilayangkan Sutan secara otomatis telah gugur.

“Kalau mengacu ke KUHAP [praperadilan Sutan mestinya berhenti],” tutur Priharsa Nugraha saat dimintai konfirmasi di Jakarta, Jumat (3/4/2015).

Kendati demikian, gugur atau tidaknya sidang gugatan praperadilan yang telah dilayangkan Sutan Bhatoegana tetap tergantung putusan hakim praperadilan di PN Jakarta Selatan. “Nanti itu yang putus hakim praperadilan,” tukasnya.
?
Seperti diketahui, Sutan Bhatoegana ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) oleh Komisi VII DPR RI.

Advertisement

Sutan ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Mei 2014 dan diduga telah melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya. Ancamannya adalah pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif