News
Minggu, 10 Januari 2016 - 23:30 WIB

KASUS PELINDO II : KPK Minta Praperadilan Ditunda, Ini Tudingan Pengacara RJ Lino

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - R.J. Lino (JIBI/Bisnis/Dok)

Kasus pelindo II menyeret RJ Lino sebagai tersangka.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding tergesa-gesa menetapkan mantan Dirut Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) 2010. Alasan tudingan itu yakni permintaan penundaan sidang praperadilan oleh KPK hingga dua pekan ke depan.

Advertisement

Anggota tim penasehat hukum RJ Lino, SF Marbun, melihat ada banyak kejanggalan dalam penetapan kliennya sebagai tersangka. Kejanggalan paling tampak yakni tidak disebutkannya kerugian negara dalam kasus tersebut. Di samping itu, RJ Lino belum pernah diperiksa sebagai tersangka.

“Kami merasa KPK sewenang-wenang. Terlebih dengan surat permintaan penundaan tersebut, alasan mereka adalah untuk melakukan konsolidasi dengan ahli. Kami melihat ini tidak fair,” katanya di Cikini, Jakarta, Minggu (10/1/2016).

Advertisement

“Kami merasa KPK sewenang-wenang. Terlebih dengan surat permintaan penundaan tersebut, alasan mereka adalah untuk melakukan konsolidasi dengan ahli. Kami melihat ini tidak fair,” katanya di Cikini, Jakarta, Minggu (10/1/2016).

Menurutnya, tujuan pengajuan sidang praperadilan tersebut untuk mengetahui kekuatan alat bukti yang dimiliki oleh komisi antirasuah untuk menjerat Lino. Namun dengan penudaan tersebut, dia menganggap KPK tidak siap untuk menguji alat buktinya dalam praperadilan.

“Karena itu ketika mendengar penundaan tersebut, kami merasa apa yang dilakukan oleh KPK sangat tidak baik. Sebagai penegak hukum sudah seharusnya, siap menguji terhadap apa yang sudah ditetapkannya,” kata dia.

Advertisement

“Nah pertanyaannya, pengadaan QCC adalah perbuatan melawan hukum? Sedangkan KPK sendiri belum bisa menentukan kerugian dari dugaan korupsi klien kami,” kata dia.

Sementara itu, dalam audit yang dilakukan pada 2011, tidak ditunjukkan ada kerugian negara. BPKP hanya menemukan pelanggaran administratif terkait prosedur pengadaan QCC tersebut. Sedangkan dari hasil audit BPK 2015, terlihat pelanggaran yang sama. Namun dalam audit 2015, ditemukan kekurangan pengenaan sanksi denda dan keterlambatan pengerjaan sebesar US$770.000.

“Perlu saya tegaskan, pada kedua hasil audit tersebut mereka tidak menemukan adanya penyimpangan yang berindikasi pidana yang merugikan negara,” kata Marbun.

Advertisement

Dalam pengadaan QCC tersebut, Marbun mengklaim RJ Lino hanya melakukan kebijakan yang sebenarnya sudah dirumuskan sebelum menjabat sebagai Dirut Pelindo II. Berdasarkan data yang dimilikinya, pengadaan sudah dilakukan sejak 2007 dan sudah berkali-kali terjadi negoisasi hingga 2010 namun gagal.

Karena kondisi tersebut, diperkuat dengan dengan peraturan Menteri Negara BUMN No. Per-05/MBU/2008 dan SK Direksi tentang ketentuan pokok dan tata cara pengadaan barang/jasa di lingkungan PT pelindo II, Lino menunjuk perusahaan untuk mengadakan QCC tersebut.

“Melihat kepentingannya, Lino kemudian menunjuk HDGM dari China untuk mengadakan tiga QCC tersebut. Dia menunjuk perusahaan dari luar negeri karena mereka menawarkan twin lift dan tawaran yang lebih rendah. Berdasakan kapasitasnya yang mencapai 50 ton, maka mereka yang dipilih. Jadi ini bukan pelanggaran,” jelas dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif