News
Kamis, 4 Juni 2015 - 21:20 WIB

KASUS NOVEL BASWEDAN : Samad: Kasus Novel Klir di Era Sutarman, Dibuka Lagi di Era Badrodin

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Abraham Samad (JIBI/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat)

Kasus Novel Baswedan, menurut Abraham Samad, sudah dinyatakan klir oleh Polri di era Jenderal Pol. Sutarman.
?
Solopos.com, JAKARTA — Mabes Polri dinilai telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat di era Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo dan Jenderal Pol. Sutarman. Saat itu, Polri menegaskan kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan penyidik Senior KPK, Novel Baswedan, dinyatakan klir dan tidak akan dibuka kembali.

Namun, sejak Polri dipimpin oleh Jenderal Pol. Badrodin Haiti, kasus Novel Baswedan kembali dibuka. Penyidik Bareskrim Polri juga sempat menangkap dan menahan Novel. Hal itu berbuntut pengajuan gugatan praperadilan oleh Novel.

Advertisement

Menurut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Abraham Samad, saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua KPK pada 2012 lalu, sejumlah pihak sudah dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Wisma Negara. Mereka adalah Ketua KPK Abraham Samad, Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo, dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.

Saat itu, mereka diminta SBY menyelesaikan perseteruan KPK-Polri yang sempat menghangat karena lembaga antirasuah itu menangani kasus korupsi simulator SIM. Kasus yang melibatkan Irjen Pol. Djoko Susilo sebagai Kepala Korlantas itu ditangani oleh Novel Baswedan.

Advertisement

Saat itu, mereka diminta SBY menyelesaikan perseteruan KPK-Polri yang sempat menghangat karena lembaga antirasuah itu menangani kasus korupsi simulator SIM. Kasus yang melibatkan Irjen Pol. Djoko Susilo sebagai Kepala Korlantas itu ditangani oleh Novel Baswedan.

Abraham Samad menjelaskan saat itu SBY memerintahkan pihak Polri untuk menghentikan perkara yang menjerat Novel Baswedan karena waktunya tidak tepat. Timur Pradopo pun menyetujui perintah SBY dengan menghentikan perkara Novel. Namun, Samad mengakui ketentuan penghentian tersebut tidak diikuti dengan tindakan administratif berupa dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Polri.

“Ketika itu presiden perintahkan untuk pimpinan Polri menghentikan kasus ini karena tidak tepat ‘timing’ nya. Kita terima kesepakatan sehingga antara KPK dan Polri berjalan sedemikian,” tutur Samad saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2015).

Advertisement

“Saya menanyakan langsung kepada Pak Sutarman bagaimana posisi dan status Novel. Pak Sutarman mengakui bahwa putusan lalu itu putusan institusi, bukan pribadi, sehingga perkara Novel sudah selesai. Sehingga permintaan pensiun dini itu dikabulkan melalui SK,” kata Samad.

Samad mengakui penghentian kasus Novel tidak disertai dengan SP3. Pasalnya secara eksplisit menurut Samad, Kapolri Jenderal Pol Sutarman telah memberi penegasan bahwa kasus dugaan penganiayaan tersangka pencuri sarang burung walet 2004 lalu di Bengkulu tidak akan dilanjutkan kembali.

“Secara adminstrasi tidak ada tetapi secara eksplisit sudah disampaikan Pak Sutarman kepada saya bahwa kasus Novel dihentikan sesuai putusan institusi masa lalu,” kata Samad.

Advertisement

Tak Hadir karena Tugas

Selain itu, menurut Samad, Novel tak memenuhi panggilan Bareskrim Polri karena dia tengah menjalani tugasnya sebagai penyidik di Manado. Karena itu, Samad mengatakan bahwa Novel tidak memungkinkan menghadiri panggilan Bareskrim Polri.

Samad yang telah berstatus nonaktif tersebut juga mengaku telah mengirim surat jawaban kepada Bareskrim Polri atas pemanggilan Novel untuk menunda pemeriksaan terhadap Novel.

Advertisement

“Saudara Novel ketika surat [panggilan] ini datang sejak 16 Februari 2015 di Manado, [untuk] tugas KPK sehingga ini yang tidak memungkinkan memenuhi panggilan. Jakarta-Manado cukup jauh. Kebiasaan di KPK kalau kita tugaskan penyidik KPK itu kita ambil jarak [space] 2-3 hari,” kata Samad.
?
Terpisah, Anggota tim penasihat hukum kepolisian, Joelbaner menjelaskan bahwa perkara Novel tidak pernah dihentikan selama ini, namun hanya ditunda dan bisa dinaikkan kapan saja. Menurut Joel, jika perkara tersebut tidak dilanjutkan, maka akan timbul ketidakadilan bagi pihak korban.

“Jadi harus diproses, apapun hukumannya nanti ya, harus kita terima apapun kan, dibebaskan itu sah-sah saja, tapi itu kan harus diuji dulu. Jangan belum apa-apa langsung diintervensi sudah dihentikan begini,” tutur Joel.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif