News
Rabu, 6 Februari 2019 - 18:30 WIB

Kasus Novel Baswedan, Demokrat: Jokowi Tak Mampu & Tak Berani

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Amir Syamsuddin, mengatakan bahwa elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) Jokowi-Maruf Amin bakal anjlok apabila kasus Novel Baswedan tidak dituntaskan.

Amir mempertanyakan mengapa kasus Novel Baswedan bisa mangkrak meski proses hukum disebutkan terus berjalan. Padahal, ujarnya, kasus Novel faktor yang akan menurunkan elektabilitas Jokowi yang selalu mengatakan biarkan saja proses hukum berjalan tanpa intervensi.

Advertisement

Menurut Amir, menegakkan hukum bukan berarti seorang presiden ikut mencampuri. Presiden, ujarnya bisa melakukan langkah-langkah tanpa dinilai sebagai mencampuri.

Menurut politikus Partai Demokrat itu, ada masalah besar di dalam diri Presiden Jokowi. Dia menuding Presiden mengalami ketidaktahuan hukum selain ketidakmampuan dan ketidakmauan untuk menyelesaikan permasalahan hukum.

“Kombinasi ketiganya ini berujung pada kemunduran hukum. Kenapa harus tidak mau? Karena tidak berani. Tapi kemudian deklarasikan diri bahwa dia adalah orang yang paling berani,” ujarnya dalam satu diskusi, Rabu (6/2/2019).

Advertisement

Sementara itu, Ketua TKN Jokowi-KH Ma’ruf Amin, Erick Thohir, mengatakan hingga kini dirinya tidak percaya elektabilitas Jokowi telah tergerus hingga memunculkan kepanikan. Erick merujuk pada pernyataan pihak paslon Prabowo-Sandi yang berusaha menggoreng seakan-akan Jokowi panik karena selisih elektabilitas kedua pasangan itu makin mengecil.

Padahal faktanya, kata Erick, berdasarkan hasil riset lembaga survei resmi dan diakui KPU, selisih suara kedua pasangan minimal 20%. Hanya ada dua lembaga survei yang menyatakan selisihnya sudah berkurang.

“Kedua lembaga survei [yang menyebut selisih elektabilitas berkurang] itu adalah lembaga Media Survei Nasional [Median] dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis [Puskaptis]. Kita harus lihat track record lembaga survei,” kata Erick.

Advertisement

Erick menambahkan pihaknya mengacu pada lembaga survei yang asosiasinya masuk ke KPU. “Jadi, lembaga survei yang diakui KPU itu memberi data kedua paslon itu bedanya masih 20%,” kata Erick.

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif