News
Rabu, 18 Maret 2015 - 21:30 WIB

KASUS NENEK ASYANI : Nilai Kerugian Tak Jelas, Begini Komentar Jaksa Agung Soal Kasus Asyani

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Nenek Asyani saat duduk di kursi terdakwa Pengadilan Negeri Situbondo, Jatim (detik.com)

Kasus nenek Asyani yang didakwa mencuri kayu di Situbondo belum pasti kerugiannya. Jaksa Agung angkat bicara.

Solopos.com, JAKARTA — Jaksa Agung akhirnya buka suara soal kasus nenek Asyani. Jaksa Agung beralasan dakwaan terhadap nenek Asyani dalam kasus dugaan pencurian kayu di Bondowoso, Jawa Timur, untuk memastikan berapa besar kerugian yang ditimbulkan dari aksinya tersebut.

Advertisement

Jaksa Agung, Prasetyo, mengatakan pihaknya akan menuntaskan persoalan yang menimpa nenek Asyani untuk memastikan kerugian yang diderita Perum Perhutani. Pasalnya, Asyani dan Perhutani memiliki keterangan yang berbeda terkait berapa banyak kayu yang diambil.

“Kalau menurut versi Perhutani ada lebih dari lima batang yang diambil Asyani, jadi lihat proses persidangan nanti seperti apa,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (18/3/2015).

Prasetyo menuturkan apabila sudah diketahui sejak awal berapa kerugian yang disangkakan kepada Asyani, bisa saja nenek tersebut tidak duduk di pengadilan. Pasalnya, jika kerugian dari kasus itu di bawah Rp2,5 juta, maka akan masuk ke dalam tindak pidana ringan yang penyelesaiannya berbeda dengan persidangan pada umumnya.

Advertisement

Nenek Asyani yang buta hukum sebelumnya ditahan atas tuduhan mencuri tujuh batang kayu milik Perhutani. Namun nenek Ayani melalui kuasa hukumnya membantah telah mencuri kayu milik Perhutani karena tujuh batang kayu jati yang diambilnya itu berada di tanah milik sendiri.

Meski sudah memperlihatkan bukti kepemilikan tanah dan diperkuat keterangan kepala desa, namun kasus nenek Asyani ini tetap dilanjutkan ke pengadilan. Jajaran Perhutani sendiri berkilah ada ancaman hukuman yang menanti pihaknya jika tidak melanjutkan kasus Asyani.

Dalam Pasal 104 UU No. 18/2013 disebutkan setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran perbuatan pembalakan liar, tetapi tidak menindaklanjutinya, maka akan dipidana kurungan minimal enam bulan dan maksimal 15 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp1 miliar.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif