News
Jumat, 11 Mei 2018 - 04:10 WIB

Kapolri: Mako Brimob Tidak Layak Jadi Rutan Teroris

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, DEPOK</strong> — Kerusuhan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, yang berujung penyanderaan selama hampir 40 jam menunjukkan celah di rutan yang kerap digunakan Densus 88 Antiteror untuk penanganan tahanan terorisme itu. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui rutan tersebut tidak layak menjadi rutan tahanan kasus terorisme.</p><p>"Evaluasi kita, memang Rutan Brimob ini tidak layak jadi rutan teroris. Karena bukan <em>maximum security</em>, ini rutan untuk anggota Polri yang terlibat pidana," kata Tito saat mengunjungi Mako Brimob Depok, Kamis (10/5/2018), yang disiarkan live oleh <em>Metro TV</em>.</p><p>Rutan di lingkungan Mako Brimob itu, kata Tito, awalnya adalah rutan yang khusus diperuntukkan bagi anggota Polri yang terjerat kasus pidana. Karena aparat penegak hukum kemungkinan besar pernah menangkap pelaku tindak kriminal, polisi yang terjerat kasus pidana bisa terancam keselamatannya jika ditempatkan di rutan umum bersama tahanan lain.&nbsp;</p><p>"Akhirnya perlu rutan khusus supaya tidak menjadi korban dari penjahat yang mereka tangkap [Rutan Mako Brimob]. Namun karena ada dinamika, yang paling aman itu, rutan ini dalam lingkungan markas [sehingga para tahanan] tidak bisa ke mana-mana. Tapi bukan didesain <em>maximum security</em>," jelasnya.</p><p>Masalah lain di rutan ini, kata Tito, adalah kondisi yang sudah overload. Kapasitas maksimum rutan ini seharusnya hanya 90 orang. Namun saat kerusuhan meletus, jumlah tahanan dan narapidana mencapai 155 orang.</p><p>"Jadi sangat sumpek. Ada ruang pemeriksaan di ujung. Jadi anggota kita yang gugur 5 ini, sebetulmnya bukan anggota tim penindak atau pemukul. Mereka adalah tim pemberkasan untuk memproses tersangka ke sidang. Mereka memegang senjata, dan senjata mereka ini yang dirampas."</p><p>Selain itu, ada puluhan barang bukti senjata api yang disita Densus 88 Antiteror dari para terduga teroris dalam berbagai penangkapan."Ada barang bukti senjata, itu juga yang dirampas [tahanan terorisme]. Selama ini dianggap enggak ada masalah. Ini ada kelemahan. Itulah yang membuat kita memberi opsi memberi waktu sampai Kamis pagi," lanjut Tito.</p><p>Dia memastikan operasi penindakan dan pembebasan sandera tersebut sesuai standar internasional, termasuk yang diberlakukan di Amerika Serikat. "Target utama sandera hidup. Ada 2 peristiwa, peristiwa penyerangan petugas 5 orang meninggal, peristiwa kedua adalah penyanderaan 1 anggota Polri yang masih hidup. Di dalam teori penanganan penyanderaan, indikator keberhasilan operasi adalah kalau sanderanya hidup."</p>

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif