News
Senin, 7 September 2015 - 22:00 WIB

KAMPANYE DONALD TRUMP : Budiman Sudjatmiko Pertanyakan Kesetiaan Setya Novanto-Fadli Zon Pada NKRI

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Komisi II DPR Budiman-Sujatmiko (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Kampanye Donald Trump yang diikuti kemunculan pimpinan DPR terus menjadi kontroversi.

Solopos.com, JAKARTA — Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dituntut digelar secara terbuka.

Advertisement

Adian Napitupulu, satu dari tujuh pelapor yang juga merupakan anggota DPR dari Fraksi PDIP, mengatakan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) harus berani menggelar sidang dugaan pelanggaran etik tersebut secara terbuka meski tidak sesuai dengan Tata Tertib DPR 2014.

“Sidang MKD kali ini harus transparan agar publik tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pertemuan itu. Pertemuan bisnis, politik, atau kah yang lainnya,” kata Adian didampingi oleh pelapor lain Diah Pitaloka (Fraksi PDIP), Maman Imanulhaq (Fraksi PPP), Amir Uskara (Fraksi PPP), Akbar Faisal (Fraksi Partai Nasdem), Charles Honoris (Fraksi PDIP), serta Budiman Sudjatmiko (Fraksi PDIP) di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (7/9/2015).

Advertisement

“Sidang MKD kali ini harus transparan agar publik tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pertemuan itu. Pertemuan bisnis, politik, atau kah yang lainnya,” kata Adian didampingi oleh pelapor lain Diah Pitaloka (Fraksi PDIP), Maman Imanulhaq (Fraksi PPP), Amir Uskara (Fraksi PPP), Akbar Faisal (Fraksi Partai Nasdem), Charles Honoris (Fraksi PDIP), serta Budiman Sudjatmiko (Fraksi PDIP) di Kompleks Gedung Parlemen, Senin (7/9/2015).

Dalam laporan itu, para pelapor juga menyertakan sejumlah bukti terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh dua pimpinan DPR. “Kami ingin agar mereka tidak mengulangi tindakan itu lagi. Misi kami cuma itu.”

Permintaan untuk menggelar sidang terbuka juga diungkap oleh Maman. “Kami akan usulkan kepada MKD agar sidang untuk dua pimpinan DPR dari Fraksi Partai Golkar dan Partai Gerindra tersebut digelar secara terbuka. Kalau tidak bisa, kami minta MKD memberikan alasan yang kuat,” kata Maman.

Advertisement

Selain menggunakan uang negara, menurutnya, pertemuan dengan Donald Trump itu berisiko membebani parlemen dan publik Indonesia. Bagaimana tidak? Di depan Trump dan pers AS, paparnya, Setya Novanto bilang akan melakukan hal besar untuk AS. Menurutnya, ini bentuk kesetiaan ganda dari Ketua DPR.

“Itu jelas melanggar kode etik karena kami pernah bersumpah untuk tidak menduakan kesetiaan kepada NKRI,” kata Budiman.

Menanggapi hal itu, Ketua MKD Surahman Hidayat menyatakan tak akan mengabulkan permintaan sidang terbuka. “Sesuai aturan, sidang MKD memang tidak bisa [terbuka],” kata Surahman seusai menerima laporan dugaan pelanggaran etik tersebut.

Advertisement

Kendati demikian, Surahman berjanji akan memenuhi permintaan tentang transparansi sidang tersebut. “Kami akan paparkan yang bisa dipaparkan,” kata Surahman yang berafiliasi dengan Fraksi Partai Gerindra.

Sebagai persiapan sidang, anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Syarifudin Suding menyebutkan bahwa MKD telah menyiapkan sejumlah sanksi kepada Setya dan Fadli Zon. “sesuai dengan mekanisme, laporan akan ditindaklanjuti dengan pihak yang diadukan.”

Jika benar ada unsur pelanggaran etik dalam pertemuan di sela sidang The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York pada 31 Agustus-2 September 2015 itu, MKD memiliki tiga kriteria sanksi yang akan diterapkan. “Sanksi paling ringan mereka hanya diskors. Paling berat mereka bisa dipecat,” kata Suding.

Advertisement

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang mengatakan kasus ini sudah jelas. Bahkan, sebelum ada laporan, MKD juga sudah membahasnya. “Pembahasan itu terkait pemanggilan saksi dan sebagainya. Kalau perlu, Donald Trump juga kami panggil untuk bersaksi.”

Namun meski pertemuan parlemen tingkat dunia itu sudah usai, Setya Novanto dan Fadli Zon beserta rombongan yang antara lain terdiri dari Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, Ketua BURT Roem Kono, dan Wakil Ketua Komisi VIII Satya Yudha, belum mendarat di Tanah Air.

Mereka dijadwalkan pulang pada 12 September 2015 setelah melakukan perjalanan tambahan menuju Los Angeles, San Fransisco, dan Washington DC.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif