News
Rabu, 26 Oktober 2011 - 17:19 WIB

Kadhafi habiskan hari-hari terakhir dalam ketakutan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - PENDUKUNG KADHAFI -- Deretan makam para personel militer pendukung Kdhafi terlihat di Kota Misrata, Libya. Foto diambil Selasa (25/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

(Solopos.com) – “Di sinilah Muamar Kadhafi bersembunyi selama tiga pekan terakhir,” kata warga lokal bernama Munsif ketika membawa sekelompok reporter menuju rumah berlantai dua di kota pantai Sirte, kampung halaman Khadafi.

PENDUKUNG KADHAFI -- Deretan makam para personel militer pendukung Kadhafi terlihat di Kota Misrata, Libya. Foto diambil Selasa (25/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Reuters)

Advertisement
Rumah nomor 24 yang terletak di Jalan Salahudin, Sirte utara, berada di lingkungan elite kota tersebut. Namun perang yang berlangsung selama berbulan-bulan membuat kota kelahiran Khadafi pada 1942 itu hancur berantakan, berbagai kerangka bertebaran di jalan-jalan kota dan tak ada satu pun gedung yang tidak hancur.

Tidak lama setelah Kadhafi berkuasa dan menjadi tokoh papan atas Libya pada 1969, sejumlah program besar diterapkan untuk memperluas kampung halamannya hingga menjadi sebuah kota, bahkan diharapkan bisa menjadi pusat “Afrika Serikat”. Namun pada akhirnya kota itu hanya menjadi tempat untuk dirinya sendiri. Mantan pemimpin Libya tersebut tidak memilih untuk melarikan diri ke gurun selatan atau mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti ramalan banyak orang, tetapi ia justru memilih untuk tinggal sampai ajal menjemputnya, setelah ditangkap hidup-hidup oleh pejuang Dewan Transisi Nasional (NTC) pada 20 Oktober.

“Kadhafi terus berpindah dari satu tempat ke tempat lain di daerah ini bersama pengawal-pengawal dekatnya, tetapi di rumah inilah ia menghabiskan tiga pekan terakhirnya,” kata Munsif sambil membuka pagar rumah dan pintu menuju ruang tamu yang dipenuhi 20 kasur kotor dan botol-botol air kosong yang berantakan.

Advertisement

Selain menghabiskan hidupnya dengan penuh perlawanan, seperti rekaman suaranya yang disiarkan media yang berpusat di Suriah, sebenarnya Khadafi hidup dalam ketakutan dan kesederhanaan yang belum pernah ia rasakan selama lebih dari empat dasawarsa. Beberapa jendela ruang tamu dilapisi lembaran-lembaran logam untuk menghindari serangan peluru. Di ruangan gelap, Munsif memberi tahu bahwa Kadhafi tidak akan keluar ruangan selama bersembunyi di rumah itu, sementara juru masaknya membuat makanan di dapur darurat yang terletak di halaman, tertutup oleh langit-langit baja.

Dalam beberapa minggu terakhir, sekitar 200 penembak jitu ditempatkan di atap-atap bangunan sekitar lokasi persembunyian Kadhafi. Beberapa kali mereka mampu menghalau serangan para pejuang NTC, sekaligus memperpanjang masa hidup Khadafi selama beberapa hari, kata Munsif dan temannya yang tinggal di sekitar rumah tersebut.

Namun, ketika NTC dan NATO mulai mempersempit area penyerangan pekan lalu, Kadhafi terpaksa melarikan diri. Sekitar satu kilometer dari tempat persembunyiannya, terlihat armada mobil yang sudah berubah menjadi onggokan logam hangus setelah dibom oleh NATO pada 20 Oktober, begitu pula lusinan mayat yang telah membusuk dan dikerubungi lalat. “Mayat-mayat itu adalah tentara bayaran Afrika milik Kadhafi,” kata seorang pria yang mengenakan masker, sarung tangan medis dan mantel antivirus, dan sedang memasukkan mayat-mayat tersebut ke dalam truk. “Mereka terbunuh karena serangan bom yang terjadi pada Kamis lalu, sebelum Khadafi tewas,” kata pria itu, yang menolak untuk menyebutkan namanya.

Advertisement

Berdasarkan laporan sebelumnya, Kadhafi berencana kabur dengan mobilnya, kemudian bersembunyi di dalam terowongan drainase kembar sejauh 100 meter. Terowongan yang berdiameter kurang dari satu meter ini tidak mampu menampung orang dalam posisi berdiri, bahkan dalam posisi duduk pun tetap tidak nyaman bagi orang tersebut.

JIBI/SOLOPOS/Ant

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif