Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Mereka tertangkap tangan setelah terindikasi curang saat mengerjakan tes. Para peserta ujian itu membawa alat komunikasi yang terkoneksi dengan operator, saat mengikuti ujian Tes Potensi Akademik (TPA) dan Bahasa Inggris, di Kampus UGM.
Kasatreskrim Polres Sleman, AKP Widy Saputro, mengatakan dari 43 calon mahasiswa yang diinterogasi, satu di antaranya berinisial IS, diduga sebagai joki yang mengendalikan semua kunci jawaban ujian. “Tapi masih kami dalami. Dari keterangan IS, mereka akan mengeluarkan sejumlah uang jika dinyatakan lulus. Rata-rata tiap peserta tes, ditarif sekitar Rp5 juta sampai Rp10 juta,” kata Widy.
Menurut Widy, alat untuk menyontek yang digunakan calon mahasiswa tersebut berupa ponsel yang ditempelkan di badan kemudian dihubungkan ke tangan calon mahasiswa. Sementara untuk calon mahasiswi, ponsel dihubungkan melalui headset. “Jadi ketika tombol ditekan pengendali, semua jawaban akan sama,” ujarnya. Polisi juga belum bisa menggali lebih dalam siapa yang memfasilitasi dan mengatur peralatan menyontek serempak tersebut. “Kami masih menggali dari yang satu terduga ini,” paparnya.
Sementara, semua calon mahasiswa menolak diwawancarai wartawan. Salah satu calon mahasiswa mengaku berasal dari Surabaya. Ia mengaku tidak tahu menahu kenapa dia dan puluhan teman lainnya dibawa polisi. “Saya juga tidak tahu. Tadi saat ujian disuruh keluar terus dibawa ke sini [kantor polisi],” ujarnya. Semua calon mahasiswa tersebut, hingga pukul 18.30 WIB masih diinterogasi di Polres Sleman. Belum jelas apakah mereka sebagai korban dari joki.
Terpisah, Direktur Administrasi Akademik (DAA) UGM, Prof Budi Prasetyo, mengungkapkan penangkapan bermula dari kecurigaan pengawas terhadap peserta ujian. Kendati peserta telah diminta meninggalkan alat komunikasi di luar ruangan, setelah digeledah di tujuh ruang berbeda, 52 orang di antaranya menggunakan alat komunikasi dan kabel-kabel yang dirangkai di tubuh mereka. “Saat itulah mereka ditangkap,” tandasnya.
Berdasarkan metode dan praktik, Budi memperkirakan kecurangan itu melibatkan jaringan besar perjokian dan calo gelap tes UGM. “Mereka seperti mendapatkan aba-aba serta kode khusus saat mengerjakan soal,” ungkap dia. Kendati mendapati praktik curang dalam tes, namun menurut Budi, pihaknya tidak bisa menentukan apakah ada keterlibatan orang dalam di UGM. Temuan kasus itu, kata Budi, akan menjadi referensi bagi pihaknya saat pendalaman pola dan mekanisme tes. Ia menandaskan jika nanti terbukti ada keterlibatan orang dalam, baik mahasiswa maupun karyawan, sanksi tegas bakal dijatuhkan kepada yang bersangkutan. “Untuk peserta ujian yang terbukti melakukan praktik perjokian, kami pastikan tidak akan diterima. Lagipula kan sejak awal sudah ada pernyataan yang harus ditandatangani mahasiswa, terutama soal keterlibatan dalam tindakan kriminal,” ujar dia.
Dihubungi secara terpisah, Rektor UGM, Prof Pratikno, memberi apresiasi kepada pihak panitia dan pengawas ujian yang bisa memergoki calon mahasiswa yang curang dalam tes. Pihak UGM juga dipastikan memproses pelaku ke jalur hukum. “Kalau ini kriminal, akan kami lanjutkan [ke proses hukum],” tegas dia.