News
Senin, 1 Agustus 2016 - 10:30 WIB

Jika KRL Beroperasi, Bus Bumel Solo-Jogja Diprediksi Tamat

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto Sopir Bus Jogja-Solo saat melakukan aksi pemogokan. JIBI/Harian Jogja/Sunartono

Bus bumel Solo-Jogja bisa berakhir riwayatnya jika KRL Solo-Jogja resmi beroperasi.

Solopos.com, SOLO — Riwayat bus bumel Solo-Jogja PP terancam tamat, bukan hanya karena trayeknya yang “digasak” bus patas Surabaya-Jogja, tapi juga transportasi massal yang jauh lebih baik tak lama lagi. KRL Solo-Jogja bisa mengakhiri riwayat bus-bus itu jika tidak berubah.

Advertisement

Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Riset Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mencermati persaingan antar moda transportasi jalur darat trayek Solo-Jogja saat ini sudah tidak kompetitif.

“Saat ini sudah tidak sehat. Time table yang disusun sejak 1990-an juga sudah tidak relevan diterapkan dengan kondisi lalu lintas saat ini. Apalagi nanti ketika KRL Solo-Jogja resmi beroperasi. Bumel bisa tamat. Pemerintah sudah saatnya mencari solusi semacam subsidi bagi kereta api agar tarif bus dan kereta api bisa bersaing,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (31/7/2016).

Advertisement

“Saat ini sudah tidak sehat. Time table yang disusun sejak 1990-an juga sudah tidak relevan diterapkan dengan kondisi lalu lintas saat ini. Apalagi nanti ketika KRL Solo-Jogja resmi beroperasi. Bumel bisa tamat. Pemerintah sudah saatnya mencari solusi semacam subsidi bagi kereta api agar tarif bus dan kereta api bisa bersaing,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (31/7/2016).

Akademisi dari Unika Soegijapranata Semarang ini juga menyoal minimnya kebijakan propengusaha angkutan umum lokal di luar bidang perhubungan. “Dukungan di luar bidang perhubungan juga minim. Saya dengar keluhan pengusaha soal bunga kredit bus yang tinggi. Kalau mau fair, harusnya sama dengan kendaraan lain. Belum lagi biaya balik nama dan harga suku cadang yang tinggi,” bebernya.

Selain dukungan pemerintah pusat, dikatakannya, pengusaha bumel juga tidak bisa hanya berpangku tangan menanti uluran tangan. “Manajemen pelayanannya perlu dibenahi. Waktu ngetem dipangkas, armada diremajakan, kalau perlu pengamen dan pengemis dilarang masuk,” sarannya. Baca: “Digasak” Bus Patas Surabaya-Jogja, Bumel Solo-Jogja Tiarap.

Advertisement

“Bisa dilihat load factor setiap operator dan waktu tempuhnya. Saya lihat yang sekarang saat jam sibuk ada yang hanya kebagian tiga menit, sementara jam longgar ada yang lengah sampai 30 menit. Ini perlu ditata ulang. Polanya tidak berubah sejak 1980-an,” tuturnya.

Selain time tabel, Edy mengatakan penerapan tarif bersama antaroperator juga bisa meminimalkan konflik perebutan penumpang. “Pengusaha harus mau kompak dan bisa menjalankan tarif bersama. Tanpa itu, sama-sama sulit berkembang,” ujar dia.

Kepala Seksi Angkutan Orang Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Solo, Taufiq Muhammad, mengatakan pihaknya telah memfasilitasi pengaturan ulang time table antaroperator bus bumel Solo-Jogja. “Tiga bulan yang lalu kami adakan pertemuan. Tapi sebagian pengusaha yang kebagian jam strategis menolak pengaturan ulang. Hasilnya deadlock,” jelasnya.

Advertisement

Pengurus PO Langsung Jaya di Terminal Tirtonadi, Piyat Supriyat, mengutarakan saat ini kondisi operator bus antarkota bumel jurusan Solo-Jogja tiarap jika dipaksa bersaing dengan bus patas atau lintas jurusan Surabaya-Jogja PP via Solo.

“Bumel selama ini sportif dengan time table yang sudah disepakati. Parkir [menunggu penumpang] hanya lima menit di jalur dua. Beda dengan bus patas/lintas dari Jawa Timur. Mereka bisa sewaktu-waktu masuk ke jalur satu, tidak perlu patuh time table,” keluhnya saat ditemui Espos di terminal setempat, belum lama ini.

Ujang, sapaan akrabnya, menuturkan selain kalah strategis posisi start di jalur dan jadwal keberangkatan, operator bumel Solo-Jogja juga kalah bersaing dari sisi tarif. “Bus patas/lintas dari Jawa Timur untuk jurusan Solo-Jogja pakai tarif batas bawah. Beda dengan kami. Apalagi dibandingkan kereta api yang hanya Rp8.000. Kami kalah telak,” bebernya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif