News
Rabu, 22 Desember 2021 - 21:27 WIB

Ironi Kasus Asusila Malang: Korban Dilanda Trauma, Pelaku Berprestasi

Newswire  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pelecehan seksual. (Freepik.com)

Solopos.com, JAKARTA — Seorang pelajar mengalami trauma setelah menjadi korban pelecehan seksual sesama pelajar di SMA Al-Izzah Islamic International Boarding School Kota Batu, Malang, Jawa Timur.

Meski telah diselesaikan secara kekeluargaan, kasus asusila yang terjadi pada 2020 itu masih menyisakan trauma mendalam bagi korban.

Advertisement

Kepala SMA Al-Izzah Islamic International Boarding School, Adnan Yakub mengatakan, kasus tersebut terjadi pada 2020 lalu. Namun sudah diselesaikan secara kekeluargaan pada 9 Juli 2021.

“Di situlah terjadi perdamaian sehingga pihak sekolah menganggap kasus telah selesai. Jadi bukan pelecehan seksual ya, saya tegaskan lagi cuma penyimpangan orientasi seksual,” katanya.

Advertisement

“Di situlah terjadi perdamaian sehingga pihak sekolah menganggap kasus telah selesai. Jadi bukan pelecehan seksual ya, saya tegaskan lagi cuma penyimpangan orientasi seksual,” katanya.

Dijelaskannya, pelaku masih bersekolah di SMA Al-Izzah Islamic International Boarding School dan dipastikan telah tobat.

“Dia malah masuk 10 besar siswa berprestasi dan dia bertobat,” sambung dia seperti dikutip Okezone, Rabu (22/12/2021).

Advertisement

“Kalau untuk penyintas kami dari sekolah tidak banyak mengetahui kondisinya soalnya dia memutuskan keluar dari sekolah setelah kasusnya diketahui dan ditangani,” ujarnya.

Korban Trauma

Terpisah, orang tua penyintas menyebut kondisi buah hatinya mengalami trauma. Penyintas masih merasa takut setiap mendengar kata ‘Kota Batu’.

“Jadi setiap membayangkan atau mendengar Kota Batu ia sangat takut. Traumatis yang dia alami mungkin karena dari tempat yang didambakan menjadi tempat yang mengecewakan,” ujar orang tua yang dirahasiakan identitasnya itu.

Advertisement

Orang tua penyintas tahu kasus pelecehan seksual dan perundungan dialami anaknya setelah mencurigai perubahan perilaku yang acap kali marah.

“Awalnya saya curiga karena putra saya ada perubahan tingkah laku. Setelah saya tanya dia pun mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya,” tuturnya.

Dia menyebut lebih baik menarik anaknya kembali ke rumah. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan terjadi lagi.

Advertisement

“Saya merasa kejadian ini tidak hanya menimpa anak saya, pasti banyak yang belum berani bilang. Jadi kami serahkan, dasarnya untuk kebaikan sekolah, kami minta untuk ditelusuri. Kami maunya tabayun, cuma sepertinya dari pihak sekolah membiarkan, tidak gerak cepat,” jelasnya.

Dia pun menyebut, berdasarkan keterangan anaknya, terdapat total tujuh anak yang menjadi korban pelaku itu.

Namun, yang datang waktu mediasi pada 9 Juli 2021 hanya empat wali penyintas.

“Dan pelaku masih satu angkatan dengan anak saya,” tutur dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif