News
Selasa, 25 Juli 2017 - 15:30 WIB

Ini Alasan Menteri Pertanian Gerebek Produsen Beras Maknyuss & Ayam Jago

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kapolri Jenderal Tito Karnavian, bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Ketua Komisi KPPU Syarkawi Rauf, dan Sekjen Kemendag Karyanto (kanan), menunjukkan karung berisi beras yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk saat penggerebekan gudang beras di PT Indo Beras Unggul, Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Kamis (20/7/2017) malam. (JIBI/Solopos/Antara/Risky Andrianto)

Menteri Pertanian menyampaikan penggerebekan produsen beras Maknyuss dan Ayam Jago karena margin harga jual beras yang terlalu lebar.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyoroti margin penjualan beras produksi PT Indo Beras Utama (IBU) yang dinilainya terlalu lebar kendati berasal dari jenis padi yang ditanam kebanyakan petani Indonesia.

Advertisement

Varietas itu antara lain IR64, Ciherang, dan Inpari, dengan harga jual yang menurut Amran relatif sama. Di tingkat petani atau penggilingan padi, kata dia, Perum Bulog membeli beras Rp7.300 per kg.

“Kalau Rp7.000 kita tarik, diproses, kemudian jatuh di pasar Rp25.000, ada yang Rp26.000, pertanyaan saya, disparitasnya berapa?” ujarnya kepada wartawan seusai rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (24/7/2017) malam.

Seluruh beras, baik medium atau premium, berasal dari beras petani. Adapun beras merek Maknyuss dan Ayam Jago yang diproduksi PT IBU dijual masing-masing Rp13.700 dan Rp20.400 per kg.

Advertisement

Saat diingatkan soal tidak adanya regulasi yang mengatur margin, Amran justru menyampaikan kebijakannya menyeret importir bawang putih menjadi tersangka penimbunan barang juga tak berdasarkan peraturan margin pedagang. Namun, kebijakan itu, kata dia, akhirnya berhasil menstabilkan harga bawang putih.

“Harga saat Lebaran stabil kan? Kita menuju ke sana.”

Di hadapan Komisi IV DPR, pendiri Tiran Group itu memaparkan keuntungan dari perdagangan beras yang lebih dinikmati selama ini oleh pedagang (middleman) ketimbang petani sebagai produsen.

Advertisement

Menurut Amran, jika mengacu pada harga beras di tingkat petani Rp7.300 per kg dan harga di tingkat konsumen Rp10.500 per kg menurut data BPS, serta asumsi produksi beras nasional 40 juta ton, maka margin yang diperoleh pedagang dari selisih itu sekitar Rp133 triliun.

Jika dibagi jumlah middleman yang mencapai 400.000 orang, maka keuntungan pedagang sekitar Rp300 juta per orang. Angka itu jauh di atas margin yang dinikmati petani yang hanya Rp1 juta-Rp2 juta per orang, dari selisih harga gabah Rp4.300 per kg dan harga beras Rp7.300 per kg, dengan jumlah petani 60 juta orang.

“Kami mengharapkan ekonomi yang berkeadilan, ekonomi tumbuh sehingga mereka [petani] bisa produksi secara berkelanjutan,” ujar Amran.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif