News
Jumat, 24 Maret 2023 - 13:34 WIB

Ini 4 Pernyataan Sikap Aliansi BEM se-UI Soal Pengesahan UU Cipta Kerja

Rudi Hartono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) bersama Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kiri), Lodewijk Freidrich Paulus (kedua kiri) dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) memimpin Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3 - 2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut pimpinan dan anggota DPR menyetujui Rancangan Undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. (Bisnis.com).

Solopos.com, SOLO–Selain mengunggah animasi yang menampilkan Ketua DPR Puan Maharani berbadan tikus, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) juga menyatakan sikap secara resmi atas disahkannya Perppu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.

Pernyataan sikap dari Aliansi BEM se-UI itu diunggah di laman bemfhui.com yang diteruskan ke akun Twitter @BEMUI_Official, Rabu (22/3/2023).

Advertisement

Pernyataan sikap Aliansi BEM se-UI tersebut memperkuat protes yang sudah disampaikan melalui animasi Ketua DPR Puan Maharani berbedan tikus.

Pada pokoknya, Aliansi BEM se-UI menyatakan empat sikap di antaranya menolak pemberlakuan UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR.

Selain itu mengajak masyarakat menyarakan perlawanan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja

Advertisement

Berikut adalah isi lengkap pernyataan sikap Aliansi BEM se-UI:

Pernyataan Sikap Aliansi BEM se-UI:

Mengecam Pengesahan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja

Pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja). Kemudian, pada 21 Maret 2023, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja telah resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Dengan disahkannya RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja, Perppu Cipta Kerja akan segera diundangkan dan mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat atas beberapa pertimbangan, antara lain pembentukan UU Cipta Kerja tidak mengikuti cara, metode, dan standar yang jelas; adanya perubahan pada beberapa substansi setelah persetujuan bersama; dan bertentangan dengan prinsip partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memberikan kesempatan kepada para pembuat undang-undang untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun waktu 2 (dua) tahun, terhitung sejak 25 November 2021, atau UU Cipta Kerja akan dinyatakan inkonstitusional permanen.

Advertisement

Tak hanya cacat secara formil, UU Cipta Kerja juga bermasalah dari aspek materiil, di mana terdapat sejumlah pasal yang mengancam dan merampas hak-hak para pekerja, salah satunya Pasal 81 angka 29 UU Cipta Kerja yang menghapus kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja juga telah mempermudah perusahaan dalam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak sehingga kian merentankan posisi para pekerja. Belum lagi hadirnya pasal-pasal yang membahayakan lingkungan hidup, seperti Pasal 36 angka 2 UU Cipta Kerja yang mengubah dan menghapus aturan besaran kawasan hutan yang harus dipertahankan dari suatu wilayah serta Pasal 37 angka 20 UU Cipta Kerja yang melanggengkan parapengusaha yang berkegiatan di dalam kawasan hutan tanpa ada sanksi pidana yang dijatuhkan. Selain itu, terdapat pula Pasal 22 angka 4 UU Cipta Kerja terkait ketentuan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang tidak mengikutsertakan kepentingan masyarakat lain dan memangkas partisipasi masyarakat adat. Masalah-masalah ini hanyalah segelintir dari sekian banyak ketentuan dalam UU Cipta Kerja yang menempatkan pekerja sebagai objek eksploitasi, menghiraukan aspek lingkungan hidup, dan mendiskreditkan partisipasi masyarakat adat. Meskipun pemerintah berdalih bahwa UU Cipta Kerja dibuat untuk kepentingan investasi, tetapi ketentuan-ketentuan dalam UU Cipta hanya menguntungkan para oligarki dan mengabaikan hak-hak pekerja, lingkungan hidup, serta masyarakat adat.

Perppu Cipta Kerja sejatinya hanyalah salinan dengan minimnya perubahan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah, baik secara formil maupun materiil. Penerbitan Perppu Cipta Kerja juga terbukti tidak memenuhi ihwal kegentingan memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dan dipersyaratkan lebih lanjut oleh PMK Nomor 138/PUU-VII/2009. Dengan demikian, pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi pertanda bahwa negara memiliki ragam cara untuk mengelabui konstitusi. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan berkekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 dilanggar begitu saja oleh Pemerintah dan DPR RI. Terlebih, DPR RI sebagai wakil rakyat pun acuh tak acuh terhadap gelombang penolakan dari segenap elemen masyarakat sipil yang menggema sejak diterbitkannya Perppu Cipta Kerja. Beranjak dari hal tersebut, sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, penerbitan Perppu Cipta Kerja dan pengesahan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja telah menciptakan preseden buruk sekaligus catatan kelam dalam proses legislasi di Indonesia. Maka dari itu, Aliansi BEM se-UI menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mengecam Presiden dan DPR RI yang telah mengkhianati UUD NRI Tahun 1945 melalui Pengesahan RUU Penetapan Perppu Cipta Kerja;

2. Menolak pemberlakuan Undang-Undang tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja;

Advertisement

3. Mendesak Presiden dan DPR RI untuk melakukan segala upaya dalam rangka membatalkan pemberlakuan Undang-Undang tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja; serta

4. Mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersama-sama menyuarakan perlawanan terhadap pengesahan RUU tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja.

Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan.

Narahubung:

Advertisement

Daniel Winarta- Ketua BEM FH UI (083808719321)

Melki Sedek Huang- Ketua BEM UI (081251505589)

Aliansi BEM se-UI:

BEM FH UI, BEM UI, BEM FIB UI, BEM FPsi UI, BEM FMIPA UI, BEM FISIP UI, BEM FEB UI, BEM Vokasi UI, BEM FIK UI, BEM IMFKMUI, BEMFTUI,BEMFasilkom UI, BEM FF UI, BEMFIAUI, dan BEMIKMFKUI. Depok, 22 Maret 2023

 

Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (21/3/2023) lalu.

Advertisement

“Kami akan menanyakan kepada setiap fraksi apakah Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-undang?” ujar Ketua DPR Puan Maharani diikuti persetujuan anggota parlemen dan ketukan palu.

BEm UI memprotes pengesahan UU Cipta Kerja itu dengan mengunggah animasi yang menampilkan Ketua DPR Puan Maharani berbadan tikus.

 

 

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif