News
Selasa, 5 Februari 2013 - 09:40 WIB

INDUSTRI ROTAN: Efisienkan Biaya, Pusat Produksi Barang Dianjurkan Diarahkan ke Luar Pulau Jawa

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pekerja sedang membuat keranjang rotan di kawasan industri kecil rotan di Trangsan, Gatak, Sukoharjo. Sentra produksi barang rotan diusulkan dialihkan ke luar Jawa untuk mendekati daerah-daerah produksi rotan mentah. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Seorang pekerja sedang membuat keranjang rotan di kawasan industri kecil rotan di Trangsan, Gatak, Sukoharjo. Sentra produksi barang rotan diusulkan dialihkan ke luar Jawa untuk mendekati daerah-daerah produksi rotan mentah. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

JAKARTA – Pusat pengolahan rotan menjadi barang kerajinan dan furnitur diharapkan dapat dipindahkan secara bertahap ke luar Pulau Jawa yang memiliki bahan baku berlimpah untuk meningkatkan efisiensi produksi.
Advertisement

Abdul Sobur, Sekretaris Jendral Asosiasi Mebel Kayu dan Rotan Indonesia (AMKRI), mengatakan rencana penyatuan pusat kerajinan rotan lebih dekat dengan daerah penghasil bahan baku dapat mengurangi biaya produksi. “Kalau mau maju, industri di Indonesia harus dipindahkan secara perlahan ke luar Pulau Jawa,” katanya.

Dia menjelaskan selama ini para perajin rotan yang berpusat di Pulau Jawa seperti di kawasan Jabodetabek, Cirebon, Solo, dan Surabaya harus mendapatkan pasokan bahan baku dari Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra. Pengusaha, lanjutnya, harus menanggung biaya yang lebih tinggi untuk mengubah rotan menjadi produk kerajinan yang memiliki nilai tambah karena harus menanggung biaya logistik untuk mengangkut bahan baku. “Jadinya harga produk menjadi lebih mahal,” ujarnya.

Dia mengatakan eskpor rotan semakin potensial karena pada tahun lalu nilai ekspor rotan ke kawasan utama seperti Eropa dan Amerika Serikat tumbuh mencapai 100% dari realisasi pada 2011 yakni senilai US$100 juta.

Advertisement

Data Laporan Surveyor (LS) memperlihatkan nilai ekspor rotan pada tahun lalu terutama disumbangkan produk furnitur senilai lebih dari US$118,532 juta, atau lebih tinggi dari nilai eskpor pada 2011.
Dia menjelaskan pemberlakuan peraturan tata niaga rotan tersebut membuka kembali peluang industri rotan domestik untuk mengekspor produk rotan ke pasar Eropa dan dapat merambah pasar baru di China.

“Kami melihat jika ekonomi global dapat terus membaik, maka industri rotan akan dapat tumbuh semakin baik,” katanya. Namun, lanjutnya, proses relokasi basis industri rotan ini terkendala karena minimnya infrastruktur di luar Pulau Jawa sehingga pengusaha enggan untuk pindah akibat sulitnya mengirim produk jadi untuk dieskpor.
Pihaknya mengharapkan pemerintah dapat segera merampungkan proyek infrastruktur utama seperti pelabuhan dan bandara sehingga produk kerajinan rotan dapat dengan mudah diserap pasar Eropa dan Amerika Serikat.

“Relokasi ini juga membuka peluang bagi produsen bahan baku untuk menghasilkan kerajinan bernilai tambah dan tidak lagi hanya menjual bahan baku rotan terus,” ungkapnya.

Advertisement

Dia menambahkan kebutuhan tenaga kerja terampil untuk industri rotan ini dapat dipenuhi dari Pulau Jawa melalu program transmigrasi sehingga penyebaran ekonomi juga dapat lebih merata ke daerah lain.
Adapun, ekspor produk rotan tahun ini diproyeksikan mencapai US$250 juta, atau naik sekitar 25% dibandingkan tahun lalu senilai US$200 juta, didorong oleh efek positif pemberlakuan kebijakan pelarangan eskpor bahan baku rotan tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif