News
Senin, 25 Mei 2020 - 21:35 WIB

Indonesia Mau Terapkan Herd Immunity? Satgas Covid-19 IDI: Jangan Tiru!

Newswire  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo, Hananto Leo, bersama rekannya setelah memakamkan jenazah PDP Covid-19, beberapa waktu lalu. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA -- Spekulasi penggunaan strategi herd immunity untuk melawan Covid-19 di Indonesia menyeruak tatkala pemerintah mulai melontarkan wacarana new normal (normal baru). Apalagi, pemerintah juga akan melakukan simulasi pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Bahkan ada pesan berantai yang menyebut-nyebut herd immunity akan diberlakukan apabila PSBB tidak berhasil dilakukan. Akan tetapi, hal ini dibantah oleh Ketua Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. Zubairi Djoerban.

Advertisement

Pemudik Mau Keluar-Masuk Jakarta? Ini Syarat yang Harus Dipenuhi

"Saya tidak tahu benar atau tidaknya. Saya tidak bisa bilang apakah Indonesia mau [ herd immunity ] atau enggak. Rasanya sih tidak. Sepanjang pengetahuan saya, tidak akan dilakukan herd immunity," katanya dalam sambungan telepon kepada Suara.com, Senin (25/5/2020).

Advertisement

"Saya tidak tahu benar atau tidaknya. Saya tidak bisa bilang apakah Indonesia mau [ herd immunity ] atau enggak. Rasanya sih tidak. Sepanjang pengetahuan saya, tidak akan dilakukan herd immunity," katanya dalam sambungan telepon kepada Suara.com, Senin (25/5/2020).

Ia kemudian mencontohkan Swedia, sebagai satu-satunya negara yang menerapkan herd immunity. Dia menekankan Swedia tidak 100 persen melakukan herd immunity lantaran masih banyak sekolah-sekolah yang ditutup.

PSBB Tahap III Jakarta di Tengah Ancaman Arus Balik, Anies Ketar-Ketir

Advertisement

Padahal, menurut Zubairi, dalam herd immunity diperlukan 70-90 persen masyarakat yang memiliki antibodi atau kekebalan agar penularan penyakit berhenti. "Buat Swedia, itu masih jauh banget. Kalaupun (Indonesia) ada pemikiran ke arah sana, jangan tiru-tiru Swedia," tegasnya.

Video Tawangmangu Karanganyar Macet, Seluruh Objek Wisata Tutup

Herd immunity yang tanggung itu membuat tingkat kematian di Swedia sangat tinggi, sehingga berbahaya jika diterapkan Indonesia. Data Johns Hopkins University menunjukkan jumlah kematian di Swedia per kapita lebih tinggi dari Amerika Serikat.

Advertisement

Padahal AS adalah negara dengan jumlah kasus positif dan kematian Covid-19 terbesar di dunia. Dalam data yang dilansir oleh Business Insider tersebut, Swedia dengan angka 38 per 100.000 penduduk lebih tinggi ketimbang AS yang berada pada angka 29 per 100.000 penduduk.

Miris! Jalan ke Tawangmangu Karanganyar Macet H+1 Lebaran

Jumlah penduduk Swedia lebih sedikit dari AS, yakni hanya 10 juta. Namun menurut Worldometers, jumlah kematiannya mencapai hampir 4.000 jiwa.

Advertisement

Jangan Tiru Swedia

Sehingga apabila Indonesia mau mempertimbangkan melakukan herd immunity untuk memberangus virus corona, banyak yang perlu dikaji. Kajian itu terutama soal jumlah total kasus dan pasien yang meninggal dunia.

Masyarakat Bandel, Kasus Covid-19 Diprediksi Meledak Setelah Lebaran

Pemerintah Indonesia kini sedang mempersiapkan negara ini untuk merangkul New Normal yang mungkin diterapkan setelah PSBB usai. Zubairi menyebut bahwa bukan berarti setelah PSBB usai tidak akan terjadi penularan. Angka kasus memang menurun, risiko penularan sudah mulai berkurang, namun bukan nol.

Dituding Tak Becus karena Defisit APBN 2020 Membengkak, Ini Pembelaan Sri Mulyani

New normal memperbolehkan masyarakat kembali bekerja, beberapa layanan publik seperti mal, toko, dan salon juga boleh dibuka. Yang berbeda adalah tetap melaksanakan upaya pencegahan seperti tetap mengenakan masker, rutin mencuci tangan, dan wajib menjaga jarak. Bukan berarti Indonesia akan menerapkan herd immunity.

Inilah Daftar 23 Kasus Positif Covid-19 di Boyolali dan Klasternya

"Itu yang disebut sebagai new normal. Sebetulnya sama dengan PSBB, cuma dikurangi boleh keluar rumah, dikurangi boleh bekerja dan belanja. Tapi tetap sama pencegahannya, mutlak diperlukan," tandas Zubairi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif