News
Minggu, 8 September 2019 - 16:30 WIB

Ibu Kota Pindah, Pemerintah Harus Gelar Konsultasi Publik Standar Internasional

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BANDUNG — Lembaga World Wide Fund for Nature (WWF) mengingatkan pemerintah untuk mengkaji tata ruang calon ibu kota baru RI karena berpotensi menimbulkan efek samping terhadap lingkungan hidup. WWF masih menunggu kajian final terkait rencana pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Direktur WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan pihaknya sampai saat ini masih menunggu wacana pemindahan Ibu Kota Negara bergulir menjadi serius berupa kajian dan kepastian payung hukum. Sebagai catatan, wilayah calon ibu kota di Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara meliputi kawasan hutan.

Advertisement

Menurutnya sesuai aturan upaya mengubah sebuah bentang alam menjadi Ibu Kota RI membutuhkan kajian terkait tata ruang. “Jadi kami akan lihat itu apakah sudah ada atau belum?” Katanya di Gedung Pakuan, Bandung, Jumat (5/9/2019).

Selain itu pentingnya dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) karena pemindahan Ibu Kota Negara akan memberi pengaruh pada lingkungan. “Jadi saya kira rencana pemindahan ini baru wacana dan percakapan,” ujarnya.

Rizal mengatakan kalau rencana ini akan dieksekusi maka harus memenuhi rencana tata ruang. Namun penyusunan dan perubahan tata ruang sendiri harus melalui proses konsultasi dengan publik. “Kalau itu mengganggu lingkungan harus ada Amdal, dan Amdal harus ada konsultasi publik,” tuturnya.

Advertisement

Jika di kawasan tersebut ada masyarakat adat yang terpengaruh dengan pembangunan besar-besaran, maka berdasarkan standar internasional yang sudah diterima pemerintah Indonesia, harus ada konsultasi bernama free, prior informed consent. “Jadi sebelumnya masyarakat tempatan [lokal] harus diinformasikan, tahu, dan harus setuju,” ujarnya.

Posisi WWF dalam hal ini menurutnya akan melihat sejauh mana Pemerintah Indonesia mematuhi aturan mainnya dari tata ruang, amdal hingga free, prior informed consent. “Ini baru wacana, kalau sudah diketok undang-undangnya, kita baru bisa melihat,” katanya.

Advertisement

Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif