News
Jumat, 11 Desember 2015 - 23:15 WIB

HARI HAM SEDUNIA : Sering Dituding Langgar HAM, Polri Sebut Bekerja Sesuai Prosedur

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (JIBI/Solopos/Antara/Vitalis Yogi Trisna)

Hari HAM sedunia diperingati di Indonesia.

Solopos.com, JAKARTA — Polisi mengklaim selalu menggunakan standard operating procedure (SOP) yang sesuai aturan dalam melaksanakan tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban.

Advertisement

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan anggota kepolisian selalu berpegang dengan Undang-Undang dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan, Polri saat ini memiliki tujuh tingkatan penindakan dalam menghadapi massa.

“Undang-Undang kan membolehkan polisi membubarkan unjuk rasa yang dilakukan tanpa pemberitahuan. Pada 1 Desember 2015 lalu kami dianggap melanggar HAM karena membubarkan unjuk rasa. Padahal unjuk rasa itu tidak melakukan pemberitahuan, makanya kami bubarkan,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/12/2015).

Badrodin menuturkan tujuh tingkatan penindakan yang dilakukan Polri dalam menghadapi massa dimulai dari kehadiran polisi berseragam, pembubaran dengan tangan kosong, dan menggunakan alat.

Advertisement

Kemudian pada tingkatan lima, Polisi akan menggunakan water cannon untuk membubarkan massa, dan menggunakan senjata pada tingkat enam.

Pemukulan yang kerap terjadi pada saat pembubaran unjuk rasa tanpa pemberitahuan, lanjut Badrodin, merupakan salah satu upaya penindakan setelah tingkat sebelumnya tidak berhasil.

“Pembubaran itu mulai dari kehadiran polisi, menggunakan lisan, tangan kosong, sampai penggunaan gas air mata. Sebetulnya itu tidak melanggar HAM, tetapi kan juga bisa diartikan Polisi yang memukul itu seolah-olah pelanggaran HAM. Padahal itu bagian dari proses pembubaran,” ujar Kapolri.

Advertisement

Hal yang sama juga terjadi dalam penyelesaian konflik agraria. Anggota Polri kerap terlibat bentrok dengan masyarakat saat berupaya membubarkan aksi pengrusakan yang dilakukan masyarakat.

Padahal, Polri wajib menindak tegas pelaku pengrusakan untuk menjaga keamanan dan ketertiban.

“Harusnya penyelesaiannya itu melalui dialog. Masyarakat dan perusahaan dialog, tetapi kan terkadang dialog dengan pemerintah daerah berjalan lama, sehingga maayarakat tidak sabar. Akibatnya, terjadi perusakan, dan polisi harus bertindak,” ucapnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif