News
Sabtu, 13 Oktober 2012 - 10:11 WIB

Happy Face Killer: Kemarahan Yang Berkobar (Bagian II)

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

ilustrasi

Sesaat setelah perkenalan itu, Jesperson minta diri dan meninggalkan bar untuk sementara waktu. Dia tak menjelaskan kepada Bennett ke mana dia pergi.

Advertisement

Ketika gadis itu akhirnya keluar bar, Jesperson kembali menghampirinya dan menawarinya makan malam. Namun, dengan alasan tak ada cukup uang di dompetnya, Jesperson mengajak Bennett ke rumahnya untuk mengambil uang.

Tanpa curiga, Bennett setuju menemani Jesperson ke rumahnya yang terletak tak terlalu jauh dari bar. Perempuan muda yang berpenampilan cukup menarik itu sama sekali tak menyadari, alasan mengambil uang di rumah hanyalah untuk memisahkannya dari para pengunjung bar dan keamanan.

Advertisement

Tanpa curiga, Bennett setuju menemani Jesperson ke rumahnya yang terletak tak terlalu jauh dari bar. Perempuan muda yang berpenampilan cukup menarik itu sama sekali tak menyadari, alasan mengambil uang di rumah hanyalah untuk memisahkannya dari para pengunjung bar dan keamanan.

Ancaman itu mulai nyata. Alih-alih mengambil uang dan bergegas kembali keluar untuk mencari makan malam, Jesperson malah merayu Bennett dan membujuknya berhubungan seksual.

Kemudian, iblis dalam diri Jesperson menggeliat dalam bentuk kemarahan yang berkobar-kobar. Bahkan sebelum kembali berpakaian, seperti yang kemudian hari diakuinya, dia mulai menghina Bennett dengan kata-kata kasar.

Advertisement

Meskipun berusaha membela diri, sosok Bennett hampir tak ada artinya melawan tubuh raksasa Jesperson. Tanpa kenal ampun, dia mulai memukuli Bennett dengan kejam, di wajah dan kepala.

Tak berhenti di situ, dengan satu tangan yang besar, Jeperson mencekik leher Bennett, sementara tangan yang lain meraih tali. Bahkan tanpa mengambil waktu untuk memikirkan perbuatannya, Jesperson langsung melilitkan tali itu ke leher Bennett dan menjeratnya hingga napas kehidupannya berakhir.

Tubuh setengah telanjang Bennett pun merosot ke lantai, tanpa nyawa.

Advertisement

Melihat korbannya menemui ajal, Jesperson tak terlalu ambil pusing atau panik. Dengan santai, dia kembali melenggang ke Tavern B&I, untuk minum-minum dan berbincang dengan siapa pun, mungkin untuk membuat alibi. (Bersambung Bagian III)

Dari berbagai sumber

Bagian I

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif