News
Selasa, 5 Oktober 2021 - 08:22 WIB

Geger Skandal Pajak Pandora Papers, Ada Nama Raja Yordania hingga Luhut

Newswire  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi dolar. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Sejumlah pejabat dunia, orang kaya, hingga kalangan pesohor terungkap menyembunyikan asetnya untuk menghindari pajak berdasarkan dokumen Pandora Papers. Data Pandora Papers didapat oleh Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ).

“Mereka menggunakan rekening luar negeri hingga perwakilan luar negeri untuk membeli ratusan juta dolar properti di negara lain, dan untuk memperkaya keluarga mereka sendiri dengan mengorbankan warga negara mereka,” ungkap penyidik dari ICIJ, Fergus Shiel, dikutip detik.com dari BBC, Senin (4/10/2021).

Advertisement

Pandora Papers mengungkap sejumlah temuan, di antaranya Raja Yordania Abdullah II yang memiliki perusahaan di surga pajak untuk mengumpulkan properti senilai US$100 juta dari Malibu, California hingga Washington Amerika Serikat (AS) lalu London Inggris.

Ada juga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev yang diduga terlibat transaksi properti senilai ratusan juta di Inggris. Dia sendiri dituduh korupsi di negerinya.

Advertisement

Ada juga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev yang diduga terlibat transaksi properti senilai ratusan juta di Inggris. Dia sendiri dituduh korupsi di negerinya.

Baca juga: Pandora Papers Ungkap Kekayaan Rahasia Pejabat hingga Skandal Pajak!

Dokumen itu juga menyebut bagaimana Perdana Menteri Ceko Andrej Babis membeli sebuah puri di selatan Prancis senilai US$22 juta. Tapi pejabat publik itu mengaku tak pernah melakukan hal ilegal atau salah.

Advertisement

Perusahaan Lepas Pantai

Mantan PM Inggris Tony Blair juga disebut menghindari membayar bea meterai dari properti jutaan pound di London, ketika ia dan istri membeli perusahaan lepas pantai miliknya.

Tak cuma pejabat, sejumlah pesohor bumi juga muncul dalam Pandora Papers yakni penyanyi Shakira, supermodel Jerman Claudia Schiffer, hingga legenda cricket India, Sachin Tendulkar.

Laporan Pandora Papers juga menyeret nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, terkait perusahaan asal Panama yaitu Petrocapital S.A.

Advertisement

Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, mengakui Luhut pernah menjabat pimpinan di perusahaan tersebut. “Bapak Luhut B. Pandjaitan menjadi Direktur Utama/Ketua Perusahaan pada Petrocapital S.A pada tahun 2007 hingga pada tahun 2010,” ujar Jodi.

Baca juga: Bikin Geger, Ini Kemiripan Pandora Papers dan Panama Papers

Dia mengatakan Petrocapital S.A. merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Republik di Panama. Perusahaan itu didirikan pada 2006 oleh Edgardo E.Dia dan Fernando A.Gil.

Advertisement

Salah satu bidang usaha Petrocapital S.A adalah minyak dan gas bumi dengan memiliki modal disetor senilai US$ 5.000.000.

Perusahaan itu rencananya akan digunakan untuk pengembangan bisnis di luar negeri terutama di wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Tetapi dalam perjalanannya, terdapat berbagai kendala hingga akhirnya Luhut mengundurkan diri.

“Ada berbagai kendala terkait dengan kondisi geografis, budaya, dan kepastian investasi sehingga Pak Luhut memutuskan mundur dan berfokus pada bisnis yang ada di Indonesia,” tuturnya.

300 Politisi dari 90 Negara

Selama Luhut menjabat di Petrocapital S.A sampai dengan mengundurkan diri pada 2010, Jodi mengklaim perusahaan belum berhasil mendapatkan proyek investasi yang layak. Dia juga membantah kabar bahwa Luhut berkongsi dengan perusahaan minyak milik pemerintah Indonesia dan mengubah nama perusahaan.

“Selain itu juga tidak ada kerja sama dengan perusahaan minyak dan gas negara, dan tidak pernah ada perubahan nama dari Petrocapital menjadi Pertamina Petrocapital S.A,” ujar Jodi.

Toal ada sekitar 300 politisi dari 90 negara disinggung dalam dokumen Pandora Papers, telah menyembunyikan harta melalui perusahaan offshore. Jumlah totalnya tidak diketahui dengan pasti, perkiraannya sekitar US$5,6 triliun (Rp78.400 triliun) hingga US$32 triliun (Rp448.000 triliun) menurut ICIJ.

IMF pernah bilang kelakuan para offshore ini membuat pemerintah seluruh dunia kehilangan potensi pajak US$ 600 miliar (Rp 8.400 triliun) tiap tahun.

Baca juga: Harga Emas Sentuh Level Tertinggi Sepekan Terakhir

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif