News
Senin, 20 Januari 2014 - 15:11 WIB

Fasilitas Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Masih Rendah

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyandang disabilitas berangkat sekolah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Harianjogja.com, SLEMAN—Perhatian pemerintah terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) dinilai masih minim. Selain perlu dibuka sekolah-sekolah inklusi, butuh komitmen kuat bagi pemerintah untuk menyediakan fasilitas bagi para ABK.

Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Dadan Muttaqien mengatakan dukungan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), katanya, dari sekitar 1,48 juta anak berkebutuhan khusus (ABK) yang ada, baru 26 % di antaranya yang memperoleh layanan pendidikan.

Advertisement

“Akses pendidikan juga terbatas. Hanya sekitar 1.311 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada. Sebanyak 23% di antaranya berstatus negeri itupun banyak tersebar di Jawa,” ujarnya di sela Seminar Nasional “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Madrasah dan Sekolah dalam Setting Inklusif” di UII, Sabtu (18/1).

Padahal, sambung Dadan, ajaran Islam tidak membeda-bedakan antara mereka yang terlahir sempurna maupun memiliki keterbatasan fisik. Semuanya, merupakan makhluk Allah yang memiliki potensi untuk maju dan berkembang.

“Itulah sebabnya, di FIAI sejumlah mahasiswa berkebutuhan khusus seperti tunanetra di terima belajar. Bahkan salah satu alumni yang tunanetra berhasil menjadi PNS dan saat ini menempuh studi doctoral,” tukasnya.

Advertisement

Wakil Rektor I UII Nandang Sutrisno menegaskan hak-hak ABK untuk pendidikan tertuang dalam Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak-hak anak (United Nations Convention on the Rights of the Child).

“Keduanya menjamin hak bagi anak dan ABK untuk memperoleh layanan pendidikan. Dalam konteks nasional, Indonesia juga mengatur masalah itu,” katanya.

Sayangnya, sambung Nandang, perangkat hukum yang dimiliki masih bersifat normatif sehingga tidak menjamin pemenuhan hak-hak anak. Untuk itu, diperlukan political will dari pemerintah untuk mengurangi hambatan-hambatan teknis sehingga hak-hak ABK dapat dipenuhi secara lebih ideal. “Adapun masyarakat dapat berperan melalui perjuangan di dunia pendidikan,” katanya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif