News
Jumat, 11 Maret 2016 - 11:30 WIB

ES KOPI BERUJUNG MAUT : Pakar Hipnotis Ungkap Kejanggalan Pengakuan Jessica

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Jessica Kumala Wongso (Liputan6.com)

Es kopi berujung maut memulai babak baru setelah penetapan tersangka Jessica Kumala Wongso.

Solopos.com, JAKARTA – Pakar hipnotis forensik dan mikro ekspresi Kirdi Putra sempat mewawancarai Jessica Kumala Wongso, tersangka penaruh racun di kopi Wayan Mirna Salihin. Ada beberapa kejanggalan menurut Kirdi. Apa saja?

Advertisement

Kirdi diminta membantu kepolisian untuk wawancara Jessica, sekitar akhir Januari 2016. Saat itu, Jessica belum menjadi tersangka. Kirdi mewawancara Jessica dengan metode hipnotis dan membaca ekspresi mikro wajahnya.

“Hipnotis itu menurut siapa? Kalau awam memang seseorang di bawah sadar. Tapi sebenarnya sadar, alter state of focus, jadi kondisi fokus ditingkatkan, sehingga otak seseorang bisa ambil data-data lama. Matanya terpejam, tapi orang berasumsi itu tidak sadar, ditambah missleading lagi di acara-acara hiburan nggak karuan,” jelas Kirdi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (10/3/2016).

Advertisement

“Hipnotis itu menurut siapa? Kalau awam memang seseorang di bawah sadar. Tapi sebenarnya sadar, alter state of focus, jadi kondisi fokus ditingkatkan, sehingga otak seseorang bisa ambil data-data lama. Matanya terpejam, tapi orang berasumsi itu tidak sadar, ditambah missleading lagi di acara-acara hiburan nggak karuan,” jelas Kirdi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (10/3/2016).

Kirdi lantas menyitir pernyataan kuasa hukum Jessica di suatu TV swasta yang menyamakan metode hipnotis forensiknya dengan acara hipnotis Uya Kuya, “Ngawur itu. Berbeda”.

Jadi, metode hipnotis forensik yang diterapkan dan membaca mikro ekspresi saat wawancara, Jessica di bawah keadaan sadar meski mata terpejam. Dibandingkan saat Jessica tidak dalam keadaan dihipnotis alias dalam keadaan mata terbuka, hasilnya, menurut Kirdi, sinkron. Ada beberapa keanehan.

Advertisement

Biasanya, imbuh Kirdi, orang menjawab sekitar pukul sekian saat ditanya jam, hanya mengingat digit jam awalnya. Namun, menurut Kirdi, Jessica menyebutkan tepat sampai menit digit satuannya. Dan pengakuan Jessica soal waktu ini, konsisten. “Dia masih ingat sampai menit, exact. Terlalu sering, terlalu tepat,” tuturnya.

Keanehan lainnya, Kirdi membaca makro ekspresi yang sudah ditunjukkan kepadanya secara menyeluruh. Pembacaan makro ekspresi dilakukan karena CCTV dinilai kurang tajam.

“Hasil CCTV yang saya asumsikan respons dari Mirna geletak jeder, ya ini masih persepsi, itu seperti nggak ada masalah,” paparnya.

Advertisement

Hal yang janggal lain, Jessica yang tinggal di Sunter menanyakan ada atau tidaknya dokter umum di Grand Indonesia beberapa hari sebelum bertemu Mirna.

“Kenapa Anda tanya di sekitar situ (GI) ada dokter umum? Alasannya dia minta Vitamin B dan sebagainya. Logikanya, dia Desember awal sampai di Indonesia, tinggal di Sunter, ada banyak dokter umum di situ, ngapain nunggu selama itu? Tapi itu juga nggak salah sih,” jelas dia.

Jessica memang memiliki poin-poin alibi yang sangat jelas, tidak menandakan dia salah. Tapi, imbuh Kirdi, terlalu tinggi tingkat keanehannya. Memang tak lantas bisa dikatakan Jessica bersalah karena keanehan tersebut. Namun keanehan tersebut, menurut Kirdi, meningkatkan kecurigaan.

Advertisement

“Ada banyak kebetulan-kebetulan. Kebetulan datang duluan, kebetulan tasnya ditaruh di atas meja, kebetulan celananya robek, kebetulan tahu jam-jam tepatnya,” imbuh Kirdi.

“Bicara bahasa hukum, dia nggak salah sampai dibuktikan di pengadilan. Dari sisi kewajaran, agak sulit mempercayai semua yang disampaikan Jessica seperti itu,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif