News
Minggu, 30 Oktober 2011 - 20:08 WIB

Egoisme petani sebabkan harga produk gampang anjlok

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - sarasehan

Sleman (Solopos.com) – Berulangkali sektor pertanian mengeluhkan harga hasil panen anjlok. Akibatnya petani yang sudah mengeluarkan modal banyak harus menanggung rugi. Hal semacam ini karena petani di Indonesia masih mengedepankan egosentris, belum melakukan koordinasi dengan maksimal.

SARASEHAN PETANI -- Suasana penyelenggaraan Sarasehan Petani Nusantara di Kaliurang, Sleman, Minggu (30/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/Akhirul Anwar)

Advertisement
Ketua Paguyuban Ladang Agro Nusantara, Budiyono mengatakan pemasaran hasil panen petani sampai sekarang menjadi permasalahan mendasar. Masalah ini bisa dipecahkan asal ada koordinasi di masing-masing petani. “Bedanya petani di Jepang sudah terorganisir, tapi di Indonesia masih berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya harga panen sering tidak sesuai harapan,” tukasnya di sela-sela Sarasehan Petani Nusantara di Hotel Bukit Surya Village, Kaliurang, Pakem, Sleman, Minggu (30/10/2011).

Ia mencontohkan komoditas cabai menjadi salah satu isu nasional yang sering bergejolak. Setiap kali penawaran tidak diimbangi dengan permintaan dipastikan anjlok. Agar cabai bisa dihargai tinggi, lanjut dia, cabai kering harus diolah menjadi bubuk cabai. Bubuk cabai lebih mahal dan bisa mencapai Rp 50.000 per kilogram dibandingkan cabai mentah ketika harga murah kurang dari Rp 5.000 per kilogram. “Saat cabai murah, petani tidak bisa menyimpan. Setelah panen pasti dijual kepada pengepul karena tidak bisa tahan lama. Makanya harus ada teknologi pengolahan pascapanen dengan membuat cabai kering,” imbuh Budiyono.

Melalui acara ini, paguyuban juga berharap antar Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) bisa saling koordinasi. Harapannya agar tanaman yang ditanam bisa serempak. Saat panen pun tidak terjadi hasil yang melimpah yang mempengaruhi harga jual.

Advertisement

Ditambahkan Sekjen Paguyuban Ladang Agro Nusantara, Widodo, koordinasi tidak hanya dalam hal penanaman. Tapi juga dalam hal penanganan hama penyerang tanaman. Dengan cara koordinasi, bisa menekan serangan hama dengan cara merugi terlebih dahulu. Ia mencontohkan petani padi di Thailand. Misalnya ada lahan padi 100 hektare, satu hektare di antaranya diserang hama, petani akan memusnahkan satu hektare padi tersebut untuk menyelamatkan 99 hektare lainnya. Namun pemilik satu hektare padi diberi ganti rugi oleh kelompok tani tersebut. “Dengan mengorbankan satu hektare, bisa menyelamatkan 99 hektare,” katanya.

Di Indonesia hal semacam ini masih sulit ditemukan. Sehingga pola pikir egois ini harus dikikis sedikit demi sedikit. Melalui acara tersebut Paguyuban yang bermula dari grup jejaring sosial internet ini dideklarasikan. Sebanyak 200 pelaku pertanian terdiri dari petani, peternak, pekebun, pengusaha penjamin pasar dan beberapa kalangan birokrasi hadir dalam acara ini.

JIBI/Harian Jogja/aan

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif