News
Minggu, 8 Agustus 2021 - 18:44 WIB

Duh, Bank Pilih Parkir Dana daripada Salurkan Kredit

Azizah Nur Alfi  /  Abu Nadhif  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso (kanan) bersama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dalam sarasehan dan diskusi pemulihan ekonomi Soloraya bersama Pemerintah Daerah (Pemda), akademisi, dan praktisi, di Kantor OJK Solo, Jumat (4/6/2021). (Farida Trisnaningtyas/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA—Banyak bank yang memilih memarkir dananya dalam bentuk surat berharga ketimbang menyalurkannya ke kredit masyarakat.

Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) OJK mencatat, penyaluran dana bank umum ke surat berharga meningkat 35,49 persen year on year (yoy).

Advertisement

Yakni dari Rp1.175,07 triliun per Mei 2020 menjadi Rp1.592,12 triliun per Mei 2021.

Sementara lemahnya permintaan kredit tercermin dari total kredit per Juni 2021 tumbuh 0,4 persen yoy menjadi Rp5.572,8 triliun.

Advertisement

Sementara lemahnya permintaan kredit tercermin dari total kredit per Juni 2021 tumbuh 0,4 persen yoy menjadi Rp5.572,8 triliun.

Kredit yang disalurkan perbankan pada Juni 2021 tumbuh positif, setelah sebelumnya terkontraksi sejak September 2020.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan pembatasan sosial berdampak pada pelemahan aktivitas ekonomi.

Advertisement

Pelaku usaha mengurangi aktivitas usahanya atau bahkan menutup usahanya sehingga menurunkan permintaan kredit.

Bahkan fasilitas kredit yang sudah diterima, secepatnya dilunasi untuk menyehatkan keuangan mereka.

Baca Juga: Angin Segar bagi Para Debitur, OJK Buka Kemungkinan Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Advertisement

Di saat permintaan kredit melemah, dana pihak ketiga (DPK) perbankan meningkat hingga dua digit yakni 11,28 persen yoy pada Juni 2021.

Hal ini disebabkan oleh peningkatan disposable income (pendapatan masyarakat yang tersimpan di rekening bank) karena penggunaan dana untuk konsumsi dan keperluan lain oleh masyarakat juga menurun.

“Ini yang menyebabkan DPK perbankan terkesan meningkat tajam dibandingkan peningkatan kredit di masa pandemi, karena sebenarnya pemilik dana tidak menggunakan dananya secara normal sebagaimana di masa sebelum pandemi,” kata Wimboh dalam media briefing, Minggu (8/8/2021).

Advertisement

Pada saat yang sama, lanjutnya, Bank Indonesia melonggarkan kebijakan moneternya dengan menurunkan rasio GWM rupiah sehingga menambah likuiditas yang sangat longgar di perbankan.

Baca Juga: Kondisi Sulit, Pengelola Mal Minta Restrukturisasi Kredit ke Bank

Hal itu tecermin pada rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tinggi, yakni 32,95 persen.

Bagi perbankan, kondisi likuiditas yang amat longgar harus diproduktifkan dengan strategi yield enhancement melalui penempatan ekses likuiditas di instrumen investasi yang memberikan yield positif dan risiko termitigasi.

SBN Instrumen Tepat

Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan Kemenkeu menjadi instrumen paling tepat sehingga bank dapat menikmati pendapatan dari yield SBN sekaligus bank memainkan peran intermediasi secara tidak langsung.

“Bagi bank publik, pemegang saham dan investor menilai manajemen bank mampu mengelola going concern mereka terkait profitabilitas bank karena bagaimana pun bank dituntut mampu membukukan laba yang baik,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif