News
Jumat, 27 Agustus 2021 - 19:49 WIB

Dokter di Sulsel Meninggal Dua Hari setelah Divaksinasi Ketiga

Newswire  /  Abu Nadhif  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi vaksinasi (Antara)

Solopos.com, MAKASSAR – Seorang dokter meninggal setelah diberi suntikan vaksin corona  ketiga atau booster di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Sebelum kejadian, dokter bernama Andi Yuwardani Makmur itu sempat diminta menunda vaksinasi oleh tim skrining.

Advertisement

Tapi almarhumah tetap meminta vaksinasi itu dilakukan.

Informasi tersebut diungkap adik kandung almarhumah, A Suswani.

Advertisement

Informasi tersebut diungkap adik kandung almarhumah, A Suswani.

Diminta Menunda

Dia mengatakan vaksinasi itu dilakukan di RSUD Andi Sultan Daeng Radja, Bulukumba, Jumat (20/8/2021).

Saat itu almarhumah sempat diminta menunda dulu proses vaksinasi namun tetap meminta diberi suntikan vaksin.

Advertisement

Aktivitas Berat

Suswani tak mengungkap lebih lanjut soal alasan almarhumah tetap meminta disuntik vaksin  meski sudah diminta menunda.

Dia mengaku tak ada penjelasan almarhumah terkait hal tersebut.

“Itu keputusan almarhum untuk tetap vaksin. Tidak ada penjelasan terkait dengan itu,” kata Suswani.

Advertisement

Menurut Suswani, kondisi dokter Yuwardani sebenarnya dinyatakan tak ada masalah 15 menit setelah diberi suntikan vaksin. Dia pun dipersilakan pulang.

“Setelah observasi pascavaksin 15 menit, almarhumah pulang dengan kondisi yang sehat,” katanya.

Kemudian, pada Minggu (22/8/2021) atau dua hari setelah divaksinasi, Yuwardani disebut sempat melakukan aktivitas berat, yakni mencuci hingga akhirnya tiba-tiba pingsan.

Advertisement

“Minggu pagi sekitar jam 07.00 masih sempat ngobrol dengan ayah kami, kemudian melanjutkan aktivitas mencuci baju sambil ngobrol dengan Umi (ibu) kami. Di situlah almarhumah pingsan dan mengembuskan napas terakhir di kamar almarhumah,” kata dia.

Tunggu Tim KIPI

Menurut Suswani, Tim Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Provinsi Sulsel kini tengah menyelidiki kematian saudarinya itu.

“Kita tunggu informasi selanjutnya dari Komnas KIPI karena seluruh informasi yang dibutuhkan sudah kami berikan,” katanya.

Suswani juga menjelaskan almarhumah memiliki penyakit penyerta, yakni hipertensi.

Namun dia tak bisa menjelaskan apakah komorbid tersebut ada hubungannya dengan kematian Yuwardani.

“Almarhumah memang ada komorbid, sejak dulu tensi selalu di atas 140 mmHg,” pungkas Suswani.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulsel Ichsan Mustari mengatakan pihaknya menunggu hasil investigasi yang dilakukan oleh Tim KIPI  tingkat kabupaten dan provinsi.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif