News
Selasa, 31 Januari 2017 - 19:19 WIB

Diminta Jelaskan Tafsir "Auliya" dalam Al Maidah 51, Ini Respons Ketua MUI

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua MUI KH Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/1/2017). (JIBI/Solopos/Pool/Isra Triansyah)

Ketua MUI diminta menjelaskan tafsir Surat Al Maidah ayat 51 di persidangan kasus Ahok.

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin enggan menanggapi permintaan tim penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tentang tafsir “auliya” dalam Surah Al Maidah ayat 51.

Advertisement

Penjelasan itu diminta salah seorang penasihat hukum Ahok dalam sidang kedelapan hari ini di Aula Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (1/2/2017). “Apakah makna dari kata ‘auliya’ dari Al Maidah 51? Apakah maksudnya teman dekat dan menganggap proteksi dan saling pelindung?” tanya penasihat hukum di lokasi sidang.

Ma’ruf menjelaskan bahwa tafsir Surah Al Maidah ayat 51 tidak menjadi objek dalam pembahasan fatwa MUI yang menyatakan Ahok telah menistakan agama saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu. Pasalnya, fatwa MUI berdasarkan pernyataan Ahok yang menyampaikan Surat Al Maidah ayat 51 kepada warga Kepulauan Seribu.

“Tafsir Al Maidah tidak menjadi objek pembahasan, karena yang menjadi objek pembahasan adalah pernyataan Ahok di Kepuluan Seribu,” jelas Ma’ruf Amin dikutip Solopos.com dari Okezone.

Advertisement

Ma’ruf Amin mengatakan tidak ada pembahasan soal kandungan atau tafsir Surat Al-Maidah ayat 51 saat melakukan penelitian dan pembahasan terkait pidato Ahok di Kepulauan Seribu. “Kami tidak bahas kandungan atau tafsir Al-Maidah, yang kami bahas hanya ucapan terdakwa saja,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Ma’ruf juga mengaku tidak pernah melihat secara langsung video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu. “Saya hanya tahu dari media cetak dan televisi. Yang mengecek itu tim dari MUI, tim yang melihat video itu. Saya hanya terima laporan masyarakat ada yang lisan dan tertulis,” tuturnya, dikutip Solopos.com dari Antara.

Ia menyatakan MUI harus merespons soal laporan masyarakat itu karena telah menyangkut masalah hukum dan harus disampaikan kepada penegak hukum. “Tidak ada instruksi dari golongan atau kelompok, kami sampaikan saja kepada penegak hukum,” ucap Ma’ruf.

Advertisement

Menurutnya, sikap dan pendapat keagamaan terkait pernyataan Ahok dibahas oleh empat komisi di MUI. “Empat komisi yang terdiri dari komisi fatwa, undang-undang, pengkajian, dan informasi melakukan penelitian dan investigasi di lapangan kemudian melakukan pembahasan,” katanya.

Setelah dilakukan pembahasan di empat komisi itu, kata Ma’ruf, hasilnya dilaporkan kepada pengurus harian. “Kemudian dibahas lagi di pengurus harian termasuk saya. Pengurus harian itu ada ketua umum, wakil ketua, dan sekretaris-sekretaris. Pengurus harian inti ada sekitar 20 orang,” katanya.

Ma’ruf menyatakan setelah pembahasan dalam pengurus harian kemudian lahir sikap dan pendapat keagamaan MUI yang menyimpulkan bahwa ucapan Ahok yang menyebut “dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51” mengandung penghinaan terhadap agama dan ulama.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sendiri menghadirkan lima saksi dalam sidang kedelapan Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa. Lima saksi itu antara lain dua saksi dari nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu, yaitu Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni. Selanjutnya Ketua Umum MUI Maruf Amin dan Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahlia Umar. Satu saksi lagi yaitu Ibnu Baskoro sebagai saksi pelapor.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif