News
Rabu, 19 April 2023 - 14:01 WIB

Dilema Mahasiswa Keguruan Setelah Lulus, Jadi Guru Honorer atau Lanjut PPG

Dhima Wahyu Sejati  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi. (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO— Sejumlah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Soloraya mengaku dilema ketika ditanya nasibnya setelah lulus. 

Beberapa enggan menjadi guru honorer lantaran gaji yang relatif kecil. Meski sempat ada wacana penghapusan guru non-PNS dan P3K, namun pemerintah akhirnya membatalkan wacana tersebut. Pilihan favorit karier mahasiswa keguruan tetap menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) atau ASN.

Advertisement

Meski begitu, beberapa masih mengeluhkan karena syarat mendaftar P3K harus menempuh pendidikan profesi guru (PPG). Itu berarti harus menambah biaya sekolah yang relatif lebih mahal.

Mahasiswa UNS Solo prodi Pendidikan Matematika, Hari, mengatakan masih mempertimbangkan jika harus menghadapi pilihan menjadi guru honorer. 

Advertisement

Mahasiswa UNS Solo prodi Pendidikan Matematika, Hari, mengatakan masih mempertimbangkan jika harus menghadapi pilihan menjadi guru honorer. 

Mahasiswa semester akhir itu saat ini menjadi guru bimbingan belajar (Bimbel) ternama di Solo. Menurut dia, gaji menjadi guru Bimbel bisa menambah penghasilannya memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk mengerjakan skripsi.

“Ini saya mengajar di Bimbel, tapi part time. Kemarin saya ditawari buat jadi pengajar tetap tapi belum saya terima. Karena kan saya masih proses mengerjakan skripsi,” kata dia kepada Solopos.com, Rabu (19/4/2023)

Advertisement

Bukan berarti dia enggan menjadi guru. Dia akan bersedia menjadi guru honorer jika memang upah yang diterima layak. “Lebih minat [menjadi guru sekolah] swasta sih, gajinya mending, tapi tertentu ya, yang yayasannya sudah besar,” kata dia.

Alternatif lain yang dia pikirkan adalah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau menunggu pendaftaran pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) guru. Namun menjadi mendaftar lowongan P3K mengharuskan dirinya mengambil pendidikan profesi guru (PPG). “Jadi memang guru harus mau ambil pendidikan profesi kalau pengen sejahtera,” imbuh dia.

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Solo, Adib, mengatakan setelah lulus lebih memilih mengisi formasi P3K. Namun dia mengeluhkan keharusan mengambil PPG. “Minat, tapi mahal, udah kaya kuliah lagi kan, kalau tidak salah PPG itu dua tahun,” kata dia.

Advertisement

Namun, dia pasrah saja jika memang harus meniti karier sebagai guru honorer. Menurut dia, hal itu lebih baik daripada tidak mendapat pekerjaan setelah lulus. “Tapi kalau memang tuntutan begitu, mau tidak mau jadi guru honorer, sembari cari lain,” kata dia.

Dia akan mengupayakan mencari lowongan sekolah swasta yang lebih mapan. “Saya realistis saja, karena setelah lulus dituntut mandiri. Tapi nanti juga lihat lingkungan kerja [di sekolah swasta] seperti apa,” ujar dia.

Salah satu mahasiswa asal Nogosari, Boyolali, Satria, yang berkuliah Pendidikan Kepelatihan Universitas Negeri Semarang (Unnes), bercerita dirinya sempat menjadi guru olahraga di sekolah negeri Boyolali sebagai guru honorer. Dia mengatakan gaji yang diterima per bulan hanya Rp300.000.

Advertisement

“Nggak lama, belum ada setengah tahun saya keluar, karena pada praktiknya saya tidak hanya mengajar olahraga tapi mengampu kelas lain yang kosong,” kata dia.

Dia lebih memilih mengikuti sertifikasi pelatih dari PSSI. Sembari mengerjakan skripsi, dia melatih tim junior PSIS Semarang. Dia mengakui penghasilannya melatih sepak bola jauh melampaui gajinya sebagai guru.

“Setelah lulus saya mungkin lanjut melatih, kerana sebelum lulus kan saya sudah dapat lisensi dari PSSI dan pengalaman melatih. Malah kalau bisa membuat SSB sendiri,” lanjut dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif