News
Senin, 15 Mei 2023 - 20:37 WIB

Diduga Aborsi 1.338 Janin, Dokter Gigi di Bali Patok Rp3,8 Juta per Pasien

Newswire  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirkrimsus) Kepolisian Daerah Bali AKBP Ranefli Dian Candra (kanan) menunjukkan barang bukti berupa gunting dan tersangka dokter I Ketut Arik Wiantara dalam kasus aborsi ilegal saat menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin (15/5/2023). (ANTARA/Rolandus Nampu)

Solopos.com, DENPASAR — Seorang dokter gigi di Bali, I Ketut Arik Wiantara, 53, mematok tarif Rp3,8 juta per pasien untuk menggugurkan kandungan secara ilegal.

Tak main-main, I Ketut Arik yang tidak terdaftar di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu diduga telah menggugurkan kandungan sebanyak 1.338 perempuan hamil sejak tahun 2006 sampai 2023.

Advertisement

Kebanyakan perempuan yang ia gugurkan kandungannya adalah pelajar SMA dan mahasiswi.

I Ketut ternyata tak kapok meskipun sudah dua kali dipenjara karena melakukan praktik aborsi ilegal.

Pernah dipenjara tahun 2006 dan 2009 dengan total hukuman 8,5 tahun, I Ketut Arik kembali ditangkap aparat Satuan Reserse Kriminal Polda Bali beberapa hari lalu.

Advertisement

Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali, AKBP Ranefli Dian Candra saat menggelar konferensi pers di Denpasar, Bali, Senin (15/5/2023), mengatakan selain anak-anak SMA dan kuliah, tersangka pernah melayani permintaan aborsi dari wanita yang merupakan korban pemerkosaan.

Ranefli menjelaskan I Ketut Arik sudah tiga kali tersandung kasus hukum akibat melakukan praktik aborsi secara ilegal.

Pada tahun 2006, I Ketut Arik dipenjara selama 2,5 tahun berdasarkan vonis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar.

Setelah bebas dari penjara, tersangka kembali ditangkap pada 2009 atas tuduhan yang sama.

Advertisement

Ia divonis selama enam tahun karena telah berstatus sebagai residivis.

“Setelah bebas dari hukuman tersebut, tersangka melakukan kembali kegiatan tersebut pada 2020 hingga sekarang,” ujar AKBP Ranefli.

Menurut Ranefli, tarif untuk setiap pasien rata-rata Rp3,8 juta.

Praktik ilegal tersebut dilakukan tersangka di rumahnya di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

Advertisement

“Rata-rata belum berupa janin, masih berupa orok. Karena maksimal 2-3 pekan yang datang ke praktik tersebut. Jadi itu masih berupa gumpalan darah, setelah diambil langsung (dibuang) di kloset,” kata mantan Kapolres Tabanan tersebut seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Dari pemeriksaan penyidik, kata Ranefli, yang bersangkutan beralasan melakukan aborsi karena mendapat permintaan dari pasien.

Sebelum melakukan tindakan aborsi, tersangka terlebih dahulu memeriksa kesehatan dari setiap pasien agar tidak terjadi kematian kepada pasien.

Berdasarkan pengakuan tersangka, ada pasien yang meninggal dunia pada waktu dilakukan aborsi pada tahun 2009.

Advertisement

Karena kematian pasien itulah, tersangka ditangkap pada tahun 2009.

“Sebelum operasi sudah melakukan konsultasi periksa kesehatan, termasuk dicek orok atau janinnya itu. Konsultasi, datang, melihat kondisi pasiennya. Kalau sudah besar (kandungan) tidak berani katanya. Karena pengalamannya yang kedua ditangkap, ada pasien yang meninggal. Sehingga dia berhati-hati,” kata Ranefli.

Menurut keterangan Ranefli, tindakan aborsi tersebut dilakukan tersangka dalam waktu lima menit setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap pasien.

Penangkapan untuk kali ketiga terhadap I Ketut Arik berawal dari adanya iklan di salah satu website terkait adanya praktik aborsi A yang berlokasi di Jalan Raya Padang Luwih, Dalung, Kuta Utara, Badung.

Setelah dilakukan pengintaian, akhirnya pada 8 Mei 2023 pukul 21.30 WITA, penyelidik menggerebek lokasi tersebut dan mendapati tersangka baru saja melaksanakan praktik aborsi.

“Dalam kegiatannya yang bersangkutan dibantu oleh pembantunya yang bertugas sebagai pembersih,” kata Ranefli.

Advertisement

Saat ini tersangka Ketut Arik ditahan di rumah tahanan Polda Bali dengan ancaman hukuman berlapis karena melanggar Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif